Cerita di Balik Berdirinya Kampung Jawi, Wisata Kuliner Tradisional Semarang

Kamis, 15 September 2022 21:02 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

kampung jawi.jpg
Pengunjung sedang membeli makanan di wisata kuliner tradisional, Kampung Jawi, Semarang (Jatengaja.com/Dickri Tifani Badi)

Semarang, Jatengaja.com - Berbagai kampung tematik bermunculan sejumlah wilayah di Kota Semarang untuk daya tarik wisata dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

Salah satunya kampung tematik adalah Kampung Jawi di wilayah Kalialang Lama, RT 2 RW 01, Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang yang menawarkan wisata kuliner tradisional.

Ketua Pokdarwis dan penggagas Kampung Jawi, Siswanto mengatakan, sebelum menjadi kampung tematik, wilayah Kalialang memiliki stigma yang jelek yakni kemiskinan, longsor, kekeringan, hingga tindakan kriminal.

Dari stigma itu, warga dari luar kampung enggan datang ke Kalialang lantaran merasa ketakutan. Berangkat keresahan, Siswanto memiliki ide membuat kampungunya menjadi wisata kuliner berkonsep serba tradisional. 

“Awalnya banyak warga yang tidak setuju terkait perencanaan pembangunan destinasi wisata kuliner tersebut,” katanya, Rabu (14/9) malam.

Meski ditolah, Siswanto terus mensosialisasikan ide tersebut terkait kesenian dan budaya supaya menjadi sentra orang luar datang ke Kalialang. Kemudian didaftarkan dijadikan kampung tematik Kota Semarang, yaitu  Kampung Jawi.

Setelah didaftarkan, Siswanto mulai mendapatkan sejumlah undangan dari dinas untuk mempromosikan gagasan kampung tematiknya.

"Alhamdulilah saat itu mendapatkan undangan dari dinas. Habis itu saya promosikan Kalialang merupakan Kampung Jawi, yaitu dimana mneguri-nguri budaya Jawa,” ujarnya.

Ketika berpromosi di instansi maupun rekan dekatnya, Siswanto selalu membawa Kampung Jawi adalah spot wisata kuliner tradisional. 

Namun, di balik keberhasilan Kampung Jawi sekarang, Sutrisno harus melalui perjuangan berat dengan melawati berbagai rintangan, termasuk mendapatkan cibiran dari warga.

Siswanto menyebutkan pernah menyebar undangan kepada sebanyak 75-an warga lebih untuk menjelaskan konsep Kampung Jawi. Tapi tidak ada yang percaya, bahkan dicap sebagai orang gila. 

Meski demikian Siswanto tidak patah semangat, kembali menyebar undangan kepada 75 warga, tapi yang datang tidak sampai 25 orang.

Demikian pula saat mengajak warga untuk kerja bakti di lapangan yang direncanakan digunakan Kampung Jawi juga tak ada yang datang.

“Itulah yang pernah saya alami sehingga saat itu istriku menangis, karena mengumpulkan warga otomatis menyiapkan konsumsi. Cuma yang konfirmasi hanya satu yakni wakil saya melalui SMS kalau tidak bisa datang karena takziah saudara di Magelang. Masih saya catat dan Insyallah tidak akan lupa. Warga lain enggak ada konfirmasi,” ujarnya.

Menurut Siswanto tidak hanya warga saja yang menganggap dirinya orang gila, namun orang tuanya juga ikut mengolok-mengolok serupa. Sebabnya, mobil pemberian orang tuanya dijual untuk  proses mendirikan Kampung Jawi.

"Ibuku juga bilang bahwa saya edan, karena marah mobil pemberian ibu dijual. Saat itu, sering bikin acara untuk mendirikan Kampung Jawi. Pada saat itu, ibuku nangis dan bilang bahwa saya edan karena mobilnya dijual,” jelasnya.

Tak pantang menyerah, Siswanto beberapa kali mengumpulkan anak-anak hingga remaja, serta mengajak ibu-ibu untuk membahas idenya pada 2018.

“Kepada para ibu saya minta untuk berjualan makanan karena ada acara mendatangkan Wali Kota Semarang untuk pada tanggal 25 Februari 2018 uuntuk meresmikan Pasar Jaten,” ujar Sutrisno.

Perlu diketahui, sebelumnya nama Kampung Jawi yakni bernama Pasar Jaten di mana pasar pariwisata berkonsep tradisional. 

Perjuangan Sutrisno membuahkan hasil, saat ini Kampung Jawi ramai pengunjung baik lokal maupun luar kota untuk menikmati wisata kuliner tradisional. 

Sebanyak 17 pedagang angkringan menjajakan kuliner dan minuman dengan ciri khas tersendiri yakni Sego Berkat, Wedang Kawi, serta Gethuk Goreng dan Bakar.

Uniknya lagi, transaksi pembayaran menggunakan kayu berbentuk pipih yang disebut kepeng. Pengunjung harus menukar uang dengan kepeng itu. Satu kepeng senilai Rp3.000. 

Ciri khas makanan dan minuman di Kampung Jawi tersebut membawa kampungnya bisa meraih juara 1 Trisakti Award. (-)

Penulis : Dickri Tifani Badi