Jakarta, Jatengaja.com – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dikenakan kewajiban harus membayar denda senilai Rp1 miliar, setelah upaya hukum kasasi ditolak Mahkamah Agung (MA).

Mahkamah Agung menolak kasasi dari pihak terkait yakni PT Garuda Indonesia dalam kasus praktek diskriminasi pemilihan mitra penjualan tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah.

Dengan ditolaknya kasasi oleh Mahkamah Agun, maka PT Garuda Indonesia pun diwajibkan untuk membayar denda senilai Rp1 miliar selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari setelah putusan ditetapkan. Apabila pihak perseroan terlambat melakukan pembayaran denda, maka akan diberlakukan denda tambahan sebesar 2% per bulan dari nilai denda.

• BPJPH Kemenag Sediakan 25.000 Kuota Sertifikasi Halal Gratis Bagi UMK
• Jumlah Wisatawan ke Kabupaten Kendal Meningkat
• Pemprov Jateng Akan Tambah Jumlah Penerima Insentif Pengajar Agama
• Sahabat Telkomsel, Wadah Talenta Digital Content Creator
• Tanpa Alasan Jelas, Presdir Asuransi Tugu Pratama Indra Baruna Mundur

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Deswin Nur mengatakan, pihak Mahkamah Agung menguatkan putusan KPPU atas perkara praktik diskriminasi yang melibatkan PT Garuda Indonesia.

“Dalam putusan Mahkamah Agung dengan nomor register 561 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 yang diputus pada tanggal 9 Maret 2022, MA menyatakan penolakan terhadap pengajuan kasasi PT Garuda Indonesia sehingga putusan KPPU telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Deswin melalui keterangan tertulis, Senin (21/3)

Seperti diketahui kasus dugaan praktik diskriminasi PT Garuda Indonesia berawal dari laporan masyarakat terkait adanya upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah melalui program wholesaler.

Dalam laporan, masyarakat dan/atau pelaku usaha merasa dirugikan dan/atau didiskriminasi akibat perilaku PT Garuda Indonesia yang membatasi akses langsung pembelian tiket untuk tujuan umrah hanya kepada lima pelaku usaha, bahkan awalnya hanya kepada tiga pelaku usaha.

Menurut keterangan Deswin, pembatasan akses tersebut terimplikasi pada pernyataan bahwa mulai 1 Maret 2019, pembelitan tiket Middle East Area (MEA) yang merupakan rute umrah hanya dapat dilakukan melalui lima mitra PT Garuda Indonesia.

KPPU menilai bahwa tindakan PT Garuda Indonesia yang menunjuk para pelaku usaha sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang tidak dilakukan secara terbuka, tidak didasarkan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler merupakan bukti adanya praktik diskriminasi PT Garuda Indonesia terhadap setidaknya 301 pelaku usaha.

“Pemeriksaan telah dilakukan oleh KPPU sampai dengan dibacakannya Putusan dalam Sidang Majelis Komisi KPPU pada tanggal 8 Juli 2021. Putusan tersebut pada pokoknya menyatakan GIAA terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dan mengenakan denda kepada GIAA sebesar Rp1 miliar,” papar Deswin.

Pihak PT Garuda Indonesia pun mengajukan upaya hukum keberatan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 29 Juli 2021. Keberatan ini kemudian diputus pada tanggal 3 Desember 2021 dengan amar penolakan.

Terakhir pihak PT Garuda Indonesia mengajukan kasasi ke MA pada 3 Januari 2022, yang dalam putusan juga menolak. (-)

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 22 Mar 2022