Digadang Sejahterakan Rakyat, Koperasi Merah Putih Hadapi Sejumlah Tantangan Termasuk Korupsi
Jatengaja.com - Digadang untuk sejahterakan rakyat, Koperasi Merah Putih sebagai salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang telah resmi diluncurkan di Klaten Jawa Tengah, Senin (21 Juli 2025) menghadapi sejumlah tantangan.
Koperasi Merah Putih digadang-gadang dapat menyerap sebanyak 2 juta lapangan kerja ini bahkan sudah dicanangkan masuk dalam Program Strategi Nasional (PSN) tahun 2026.
Dilansir dari trenasia.com jaringan Jatengaja.com, sejumlah tantangan dihadapi Koperasi Merah Putih yang harus diselesaikan, antara lain dari 80.000 koperasi yang disiapkan, sejauh ini baru 182 yang siap beroperasi. Banyak koperasi yang masih menunggu kejelasan skema pendanaan dan pendampingan teknis dari pemerintah.
- RAPBD Perubahan Jateng 2025 Masih Diprioritaskan untuk Infrastruktur
- BRI Optimalkan FLPP untuk Perluas Kepemilikan Rumah Masyarakat
- Serikat Pekerja Nilai Pasal Tembakau di PP 28/2024 Rugikan Buruh, Minta Dibatalkan
- Lomba Lari Sedang Jadi Tren di Jateng, Tiap Akhir Pekan Digelar di Kabupaten dan Kota
- Nilai Transaksi Soloraya Great Sale 2025 Tembus Rp10,3 Triliun, Lebihi Target Ditetapkan
Selain itu juga mekanisme pendanaan awal, masih ada masalah pengurus tanpa pengalaman serta minimnya kemampuan digitalisasi. Belum lagi potensi konflik dengan badan usaha milik desa (BUMDes) yang menggarap unit usaha serupa. Agar tak bentrok, KMP harus mengoperasikan bisnis di luar yang telah dijalankan BUMDes.
Dari sejumlah persoalan itu, agaknya yang paling krusial adalah pendanaan koperasi yang masing-masing akan dikucuri dana Rp3 miliar. Nah, dana yang akan diambil dari perbankan nasional (anggota Himbara) ini tentu memendam risiko kredit macet.
Center of Economic and Law Studies (CELIOS), misalnya, memprediksi risiko bayar tersebut mencapai Rp85,96 triliun selama enam tahun masa pinjaman. Risiko ini menyembul kala koperasi yang didanai tidak mampu menghasilkan pendapatan sesuai target. Dana perbankan untuk koperasi itu bertenor enam tahun dengan bunga pinjaman sebesar 3 persen per tahun.
Kalau risiko itu tak terhindarkan, sungguh gawat akibatnya bagi perbankan. Sebagaimana diketahui risiko perbankan bersifat sistemik. Risiko sistemik bagi perbankan mengacu pada potensi keruntuhan atau kegagalan seluruh sistem keuangan, bukan hanya satu bank atau lembaga keuangan tertentu.
Ini adalah risiko kegagalan berantai di sektor perbankan yang disebabkan oleh keterkaitan dan interdependensi antar lembaga keuangan, yang dapat menyebabkan krisis ekonomi yang luas.
Dan tentu bukan hanya perbankan yang terancam. Danantara sebagai kapal induk bagi perusahaan-perusahaan plat merah yang mengelola aset sebesar Rp16.500 triliun pun ikut jadi pertaruhan.
Sudah begitu, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak secara otomatis mengawasi semua Koperasi Merah Putih. OJK hanya akan mengawasi KMP yang menjalankan kegiatan di sektor jasa keuangan atau yang disebut open loop. Jika KMP tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai pelaku usaha di sektor jasa keuangan, maka pengawasannya berada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM, bukan OJK.
Kriteria Open Loop adalah KMP yang menghimpun dana dari pihak di luar anggota, anggota koperasi lain, menyalurkan pinjaman ke pihak di luar anggota atau anggota koperasi lain, menerima pendanaan dari pihak di luar anggota, atau menjalankan usaha jasa keuangan di luar kegiatan simpan pinjam.
Selain kredit macet, CELIOS memperkirakan risiko korupsi dan kebocoran anggaran di program Koperasi Merah Putih yang mencapai Rp48 triliun. Angka tersebut dikumpulkan dari risiko kebocoran anggaran di tingkat desa sebesar 20%, taksiran sesuai studi Bank Dunia dari total potensi pembiayaan bank milik negara (Rp3 miliar).
Dengan asumsi semua Koperasi Merah Putih mendapatkan pembiayaan yang sama, nilai risiko kebocoran per unit koperasi adalah Rp600 juta dalam 10 tahun. Jika angka itu dikalikan dengan 80 ribu koperasi maka diperoleh Rp48 triliun.
- Segera Digelar Pasar Rakyat dan Budaya di TBJT Solo Libatkan Ratusan Seniman
- RAPBD Perubahan Jateng 2025 Masih Diprioritaskan untuk Infrastruktur
- BRI Optimalkan FLPP untuk Perluas Kepemilikan Rumah Masyarakat
Celah korupsi, menurut366 studi CELIOS, berpeluang ditemukan di semua tahapan koperasi. Mulai saat pencairan modal awal, yang berasal dari dana desa ataupun pinjaman bank, rawan korupsi berupa mark-up biaya pendirian ataupun koperasi fiktif.
Di tahap ini, pelaku korupsi bisa berasal dari kepala desa, pejabat daerah, maupun notaris.
Sementara di fase penyelenggaraan, potensi korupsi jauh lebih banyak, terpampang di delapan tahapan: mulai dari pembesaran nilai proyek hingga penggunaan dana koperasi untuk kepentingan pemilu. Penyelewengan bisa melibatkan elite desa maupun partai politik.
Kekhawatiran bahwa korupsi menyelimuti implementasi KMP bukan sekadar isapan jempol. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan tren korupsi dana desa mengalami peningkatan dari 2021 sampai 2023 dengan jumlah kasus terakhir menyentuh 187. Kerugian yang dialami negara mencapai Rp162 miliar. Lebih dari 800 perangkat desa ditetapkan sebagai tersangka.
Pengurus koperasi, juga perangkat desa, tak luput dari bayang-bayang tindakan hukum selama terbukti melakukan pelanggaran dalam pemberlakuan KMP. Pasal yang dipakai untuk menjerat merentang dari gratifikasi, memperkaya diri sendiri, pemalsuan dokumen, sampai menghalangi akses informasi publik.
Peningkatan korupsi di desa tidak terlepas dari disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memuat alokasi dana desa. Sebab pada 2023, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 68 triliun untuk 75.265 desa di seluruh Indonesia. Artinya, rata-rata satu desa dapat mengelola dana desa sebesar Rp 903 juta.
Meski mencatatkan jumlah kasus terbanyak, korupsi dana desa bukan sektor yang menimbulkan kerugian negara terbesar akibat korupsi. Dalam laporan ICW disebutkan korupsi dengan kerugian negara terbesar sepanjang 2023 terjadi di sektor telekomunikasi dan informasi (Rp 8,89 triliun), perdagangan (Rp 6,7 triliun), sumber daya alam (Rp 6,7 triliun), dan utilitas (Rp 3,26 triliun). ICW juga mencatat tren korupsi di Indonesia konsisten naik sejak 2019 sampai 2023. Pada 2023, tercatat ada 79 kasus dengan 1.695 tersangka.
Angka itu naik signifikan dibanding periode 2022 yang mencapai 579 kasus dengan 1.396 tersangka. Pada 2019, kasus korupsi tercatat sejumlah 271 kasus dengan 580 tersangka, 444 kasus dengan 875 tersangka pada 2020, dan 533 kasus korupsi dengan 1.173 tersangka pada 2021.
Menurut laporan ICW, sepanjang tahun 2023, Indonesia mencatat 791 kasus korupsi dengan t2/otal kerugian negara akibat korupsi sepanjang tahun 2023 ini mencapai Rp28,4 triliun. Sektor dengan jumlah kasus korupsi terbanyak adalah sektor desa, dengan 187 kasus yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp162,25 miliar. Hal ini mencerminkan adanya penyalahgunaan dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Terdapat lima titik celah yang biasa dimanfaatkan aparat desa untuk mengorupsi dana desa, yaitu (1) proses perencanaan, (2) proses perencanaan pelaksanaan (nepotisme dan tidak transparan), (3) proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa (mark up, fiktif, dan tidak transparan), (4) proses pe-rtanggungjawaban (fiktif), dan proses monitoring dan evaluasi (formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi).
Korupsi yang terjadi di pemerintahan desa tak hanya karena alokasi dana desa yang besar tiap tahun, tapi juga tak diiringi prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan desa.
Faktor lain, desa-desa tersebut juga luput dari perhatian media massa berskala nasional, afiliasi kepala desa dengan calon kepala daerah tertentu, serta minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat.
Tak kalah pentingnya dalam operasionaliasi KMP adalah tiadanya kredibilitas dari Menteri Koperasi sebagai pihak yang mengorkestrasi proyek ini. Sebagaimana diketahui Menteri koperasi Budi Arie Setiadi saat ini tersandera kasus judi online yang melibatkan mantan anak buahnya di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo). Namanya bahkan muncul di berkas dakwaan yang telah dibacakan di persidangan.
- Telkom Sukses Gelar Culture Festival 2025: Budaya Kolaboratif dan Sadar Cyber Security
- Upaya Mengerikan Warga Gaza untuk Menerima Bantuan
- Simak, Sejarah Koperasi di Indonesia
Budi disebut dalam surat dakwaan kasus pemblokiran situs judi online untuk terdakwa Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas dan Muhrijan. Singkatnya, surat dakwaan menguraikan persentase jatah masing-masing dari praktik penjagaan situs judi online, namun hal ini hanya berdasarkan keterangan saksi.
"Pembagian untuk Terdakwa II Adhi Kismanto sebesar 20 persen, Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony sebesar 30 persen, dan untuk Saudara Budi Arie Setiadi sebesar 50 persen dari keseluruhan website yang dijaga," ungkap jaksa.
Pengakuan saksi ini sudah dibantah oleh Budi Arie dan menyatakan dirinya tak tahu menahu dan tak terlibat. Adalah hak Budi untuk membantah. Tapi untuk kepentingan yang lebih besar, sebaiknya dia mengundurkan diri. Jangan biarkan proyek KMP tertatih akibat keraguan masyarakat akan kredibilitas menteri koperasi. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Andi Reza Rohadian pada 28 Jul 2025