Celana Dalam Tertua di Dunia Dikenakan Pada Zaman Firaun
Jakarta, Jatengaja.com - Celana dalam tertua di dunia tercatat adalah yang dikenakan orang pada zaman Mesir Kuno saat kepemimpinan raja Firaun. Kala itu, orang mengenakan kain penutup alat vital yang terbuat dari bahan tenunan berasal dari kapas dan rami dilengkapi dengan pengait pinggang.
Dilansir dari The Conversation Rabu, 20 Juli 2022, celana dalam tertua di dunia dikenakan pada zaman Mesir Kuno atau era kepemimpinan Firaun. Celana dalam oleh masyarakat peradaban mesir Kunodikenal dengan nama schenti.
Saat intu schenti digunakan oleh masyarakat kelas menengah ke atas, termasuk pengusa saat itu, Firaun. schenti terbuat dari bahan tenunan yang berasal dari kapas dan rami dilengkapi dengan pengait pinggang.
- Polda Jateng Resmi Tetapkan Sekda Kabupaten Pemalang Tersangka Korupsi Pembangunan Jalan
- Pemasangan Listrik Gratis untuk Warga Jateng Terus Ditingkatkan
- Kapolda Jateng Angat 5 Putra dan Putri Papua Jadi Anak Asuh Polda
- Jateng Tuan Rumah Kejurnas Atletik 2022
- Bonus untuk PNS Cair Lagi, Segini Besarannya
Adanya pemakaian celana dalam pada zaman Firaun juga tertulis di Lembah Para Raja. Pada hirogrif yang tertulis di dinding piramida menunjukkan sejumlah Firaun mengenakan pakaian luar semata.
Menyebar Ke Eropa
Dalam perkembangan konsep mengenai celana dalam kemudian menyebar ke Eropa pada Abad Pertengahan yakni kisaran 500-1500 Masehi, masyarakat membuat pakaian dalam terdiri dari kemeja yang terbuat dari linen halus atau katun untuk pria dan wanita.
Kala itu, celana dalam diidentifikasi memiliki berukuran pendek sebatas atas dengkul. Untuk pria, celana dalam ditambahi codpiece empuk (tepat di depan kelamin) untuk memberikan perlindungan ekstra bagi pria.
Codpiece juga berfungsi sebagai simbol energi seksual, dirancang untuk mewadahi dan menyembunyikan penis pria.
Gaya sederhana dari celana dalam ini lebih tipis dan membuatnya lebih mudah diatur, terutama jika memakai pakaian luar rok untuk wanita atau celana panjang.
Celana dalam pendek untuk wanita (pantalette) diketahui baru muncul pada pertengahan hingga akhir abad ke-19. Pada tahun 1882, seorang reformator pakaian, Gustave Jaeger, berpendapat bahwa memakai serat wol alami untuk kulit akan membantu melepaskan racun tubuh sebab memberi ruang kulit untuk bernafas.
Gustave Jaeger juga merasa kualitas bahan elastis dari pakaian rajutan lebih memungkinkan untuk digunakan dalam olahraga.
Abad ke-19 menjadi titik reformasi celana dalam pria. Waktu itu, celana panjang pria yang semakin populer memengaruhi perubahan model celana dalam.
Celana dalam pria ini dibuat memanjang sampai pergelangan kaki. Bahannya terbuat dari sutra untuk orang kaya dan kain flanel, kemudian kain wol untuk masyarakat biasa.
Pada 1960-an celana dalam menjadi lebih pendek. Celana dalam bergambar dengan motif bermacam-macam sangat populer kala itu.
Kemudian pada 1970-an, desain celana dalam masih sama, namun tampilannya tidak hanya bergambar, kadang juga polosan tanpa desain sablonan.
Sejak 1970-an celana dalam tidak banyak mengalami perubahan untuk modelnya. Para desainer cenderung hanya bermain-main pada bahan dan modifikasi desain saja.
Mereka juga berinovasi pada fungsi. Misalnya celana dalam untuk olahraga jelas berbeda dengan desain celana dalam untuk hari-hari biasa.
Untuk modelnya juga berkutat pada tiga model, celana dalam panjang, pendek setinggi dengkul sampai celana menutupi selangkangan saja. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rizky C. Septania pada 20 Jul 2022