Sejumlah Pabrik di Indonesia Tutup Sejak Tahun Lalu, Puluhan Ribu Buruh Kehilangan Pekerjaan
Jakarta, Jatengaja.com - Sejumlah pabrik di Indonesia sejak 2024 hingga awal 2025 menutup usahanya. Kondisi ini menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang menyebab puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan.
Sejak awal 2024 hingga awal 2025, jumlah pabrik yang tutup dan melakukan PHK massal terus bertambah. Sektor-sektor seperti tekstil, elektronik, otomotif, dan alas kaki menjadi yang paling terdampak.
Ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian, disisilain pemerintah dan pelaku usaha berupaya mencari solusi untuk mencegah pelemahan ekonomi lebih lanjut. Dampak dari gelombang PHK ini sangat luas, risiko meningkatnya pengangguran dan pelemahan ekonomi nasional menjadi ancaman serius.
- Pasien Melonjak, Gubernur Jateng Sebut Kapasitas RSUD dr Moewardi Solo Perlu Ditingkatkan
- Peringati Hari Perempuan Dunia 2025, Komunitas EMPU dan Masyarakat Akan Gelar Peragaan Busana di Desa Tenggelam
- Transaksi Lebaran Tetap Lancar! BRI Siapkan Rp32,8 Triliun untuk Pastikan Uang Tunai Tersedia
- BRI Kembali Kucurkan Rp27,72 Triliun KUR, UMKM Semakin Kuat
- Sekjen DPR Indra Iskandar Jadi Tersangka Korupsi, Begini Rekam Jejaknya
Berikut adalah beberapa perusahaan yang menutup pabriknya dan melakukan PHK massal :
1. PT Sritex: Pailit, 10.665 karyawan di-PHK (Maret 2025).
2. PT Yamaha Music & Yamaha Indonesia: Produksi dialihkan, 1.100 karyawan di-PHK(Maret & Desember 2025).
3. PT Sanken Indonesia: Fokus ke semikonduktor, memPHK 457 karyawan (Juni 2025).
4. PT Asia Pacific Fibers: Lonjakan impor, memPHK 2.500 karyawan (November 2024).
5. PT Sepatu Bata: Permintaan turun, memPHK 233 karyawan (April 2024).
6. PT HungA: Pasar lesu, memPHK 1.500 karyawan (Februari 2024).
7. PT Cahaya Timur Garmindo: Pailit, memPHK 650 karyawan (Maret 2024).
8. PT Tokai Kagu: Daya saing turun, memPHK 195 karyawan (Maret 2025).
Gelombang pemutusan hubungan kerja Massal dan penutupan pabrik di Indonesia semakin meluas akibat berbagai tekanan ekonomi, baik dari faktor eksternal maupun internal.
Penyebab pabrik tutup
Penurunan permintaan global yang dipicu oleh perlambatan ekonomi dunia menyebabkan ekspor Indonesia mengalami kontraksi, terutama di sektor manufaktur yang bergantung pada pasar luar negeri.
Tingginya biaya produksi, termasuk upah tenaga kerja, bahan baku, dan biaya energi, juga menjadi tantangan berat bagi industri dalam negeri untuk tetap kompetitif.
Di sisi lain, masuknya produk impor murah, yang semakin deras akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China, menekan industri lokal yang kesulitan bersaing dalam harga.
Tidak sedikit perusahaan yang akhirnya memilih untuk merestrukturisasi bisnis atau bahkan memindahkan operasinya ke negara lain yang menawarkan insentif investasi lebih menarik, seperti Vietnam yang memiliki kebijakan perpajakan lebih ringan serta biaya produksi yang lebih rendah.
Beberapa perusahaan besar di Indonesia telah merasakan dampak langsung dari kondisi ini. PT Sritex dan PT Asia Pacific Fibers di sektor tekstil terpaksa menutup operasionalnya karena beban utang yang semakin berat serta lonjakan impor murah yang menggerus daya saing produk lokal.
Di sektor elektronik, PT Sanken Indonesia memilih menghentikan produksi dan beralih fokus ke industri semikonduktor yang dianggap lebih prospektif.
Sementara itu, PT Yamaha Music dan PT Tokai Kagu di sektor otomotif dan alat musik juga menghentikan produksi mereka di Indonesia, yang menunjukkan adanya pergeseran strategi bisnis perusahaan global.
Tidak ketinggalan, PT Sepatu Bata, salah satu merek sepatu legendaris di Indonesia, harus menutup pabriknya akibat penurunan permintaan yang signifikan.
- Bayar THR Lebaran PNS Tahun 2025, Pemerintah Rogoh Uang Rp50 Triliun
- Bayar Klaim JHT Bagi 8.371 Eks Pekerja PT Sritex, BPJS Ketenagakerjaan Siapkan Rp129 Miliar
- Bulan Februari 2025, Jateng Alami Deflasi Sebesar 0,78 Persen, Ini Penyebabnya
Gelombang penutupan pabrik dan PHK ini tidak hanya berdampak pada sektor industri, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap tenaga kerja dan ekonomi domestik, termasuk meningkatnya tingkat pengangguran dan berkurangnya daya beli masyarakat.
Diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah dan dunia usaha untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan serta memastikan keberlanjutan industri nasional.
Diperlukan sinergi antara kebijakan pemerintah, dukungan finansial, dan peningkatan kompetensi tenaga kerja agar industri nasional dapat bangkit dan bersaing di pasar global. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 10 Mar 2025