Populasi Penduduk China Susut 850.000 dalam Enam Dekade

SetyoNt - Rabu, 18 Januari 2023 18:13 WIB
Ibu dan Anak di China

Beijing, Jatengaja.com - Guna menekan pertumbuhan penduduk, pemerintah China membuat kebijakan satu anak. Kebijakan ini membawa hasil, sehingga untuk kali pertama dalam sejarah mengalami penurunan populasi selama 60 tahun terakhir.

Dilansir dari Trenasia.com yang mengutip Reuters Rabu, 18 Januari 2023 menyebutkan Biro Statistik Nasional China melaporkan penurunan sekitar 850.000 orang untuk populasi 1,41175 miliar pada tahun 2022. Angka ini merupakan penurunan pertama sejak 1961, tahun terakhir sejak Kelaparan Besar terjadi di Negeri Tirai Bambu itu.

Penurunan populasi penduduk China secara signifikan bisa menjadikan India sebagai negara terpadat di dunia meski bukan pada tahun ini. Pakar PBB memperkirakan tahun lalu India akan memiliki populasi 1,412 miliar pada 2022.

Sebagaimana diketahui India sensus penduduk setiap 10 tahun sekali. Sensus terakhirnya seharusnya dilakukan pada 2021 namun harus tertunda karena pandemi Covid-19.

Perubahan bersejarah yang diperkirakan akan menandai dimulainya periode panjang penurunan jumlah penduduknya dengan implikasi mendalam bagi ekonomi China dan dunia.

Dalam jangka panjang, para ahli PBB melihat populasi penduduk China menyusut hingga 109 juta pada tahun 2050. Angka ini lebih dari tiga kali lipat penurunan perkiraan mereka sebelumnya pada tahun 2019.

Kondisi membuat ahli demografi domestik meratapi bahwa China akan menjadi tua sebelum menjadi kaya. Selain itu, penurunan populasi penduduk disinyalir dapat memperlambat ekonomi karena pendapatan turun dan utang pemerintah meningkat karena melonjaknya biaya kesehatan dan kesejahteraan.

"Prospek demografis dan ekonomi China jauh lebih suram dari yang diperkirakan. China harus menyesuaikan kebijakan sosial, ekonomi, pertahanan, dan luar negerinya," kata ahli demografi Yi Fuxian.

Menurut Yi Fuxian akan terjadi penyusutan tenaga kerja negara dan penurunan bobot manufaktur akan semakin memperburuk harga tinggi dan inflasi tinggi di Amerika Serikat dan Eropa.

Namun, Kang Yi, kepala biro statistik nasional, menepis kekhawatiran tentang penurunan populasi, mengatakan penawaran tenaga kerja secara keseluruhan masih melebihi permintaan.

Sekadar informasi, tingkat kelahiran China tahun lalu hanya 6,77 kelahiran per 1.000 orang, turun dari tingkat 7,52 kelahiran pada tahun 2021 sekaligus menandai tingkat kelahiran terendah dalam catatan.

Kemudian jumlah wanita China usia subur yang ditetapkan pemerintah berusia 25 hingga 35 tahun, turun sekitar 4 juta.

Tingkat kematian mencapai rekor tertinggi sejak 1974 selama Revolusi Kebudayaan, yakni 7,37 kematian per 1.000 orang dibandingkan dengan tingkat 7,18 kematian pada tahun 2021.

Kebijakan Satu Anak

Sebagaimana diketahui, China telah lama berupaya menekan jumlah ledakan penduduk dengan menerapkan kebijakan satu anak. Kebijakan ini diberlakukan antara tahun 1980 dan 2015 dan teruji berhasil menurunkan jumlah penduduk.

Pada kurun waktu tesebut, Pemerintah China menerapkan biaya pendidikan yang tinggi sehingga membuat banyak orang China tidak memiliki lebih dari satu anak atau bahkan memiliki anak sama sekali.

Selain mengurangi jumlah penduduk, kebijakan ini menciptakan ketidakseimbangan gender yang mendalam. Alasannya, dalam budaya China, keturunan laki-laki lebih dipentingkan daripada perempuan.

Data terbaru menunjukkan Cina memiliki sekitar 722 juta laki-laki dan 690 juta perempuan. Ketidakseimbangan banyak terlihat di daerah pedesaan dan menyebabkan lebih sedikit keluarga yang terbentuk dalam beberapa tahun terakhir.

Jadi Trending

Pasca data penurunan jumlah penduduk terbaru di China rilis, hal tersebut menjadi trending topik teratas di media sosial Tiongkok pada Selasa. Salah satu tagar, "#Apakah penting memiliki keturunan?" memiliki ratusan juta hit.

“Alasan mendasar mengapa perempuan tidak ingin memiliki anak bukan terletak pada diri mereka sendiri, tetapi pada kegagalan masyarakat dan laki-laki untuk memikul tanggung jawab membesarkan anak. Bagi perempuan yang melahirkan hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup yang serius. dan kehidupan spiritual," tulis seorang netizen dengan nama pengguna Joyful Ned.

Netizen China juga sebelumnya mengeluh tentang tekanan pada pengantin baru untuk memiliki keturunan sesegera mungkin. Hal ini mengacu pada laporan akan adanya panggilan rutin dari pemerintah daerah mereka menanyakan kapan mereka bisa mengharapkan kehamilan.

Kebijakan nol-COVID China yang ketat yang diterapkan selama tiga tahun telah menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada prospek demografis negara itu, kata pakar populasi.

Pemerintah daerah sejak 2021 telah meluncurkan langkah- langkah untuk mendorong masyarakat memiliki lebih banyak bayi. Termasuk pengurangan pajak, cuti melahirkan yang lebih lama, dan subsidi perumahan.

Presiden Xi Jinping juga mengatakan pada bulan Oktober pemerintah akan memberlakukan kebijakan dukungan lebih lanjut. Namun, langkah-langkah tersebut sejauh ini tidak banyak membantu menahan tren jangka panjang.

Pencarian online untuk kereta bayi di mesin pencari Baidu China turun 17% pada tahun 2022 dan turun 41% sejak 2018. Sementara pencarian untuk botol bayi turun lebih dari sepertiga sejak 2018. Sebaliknya, pencarian panti jompo melonjak delapan kali lipat terakhir tahun.

Kebalikannya terjadi di India, di mana Google Trends menunjukkan peningkatan 15% dari tahun ke tahun dalam penelusuran botol bayi pada tahun 2022. Sementara penelusuran untuk tempat tidur bayi naik hampir lima kali lipat.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rizky C. Septania pada 18 Jan 2023

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS