Mengapa Perlu Sidang Isbat Tentukan Awal Ramadan? Ini Penjelasan Kemenag

SetyoNt - Jumat, 08 Maret 2024 14:26 WIB
Mengapa Perlu Sidang Isbat Tentukan Awal Ramadan? Ini Penjelasan Kemenag (dok. kemenag.go.id)

Jakarta, Jatengaja.com – Menjelang datangnya bulan Ramadan atau Idulfitri dan Iduladha, umat muslim selalu menantikan hasil sidang isbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag).

Begitu pentingkan sidang isbat tersebut untuk menentapkan awal puasa Ramadan? Berikut penjelasan dari Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam, Kemenang, Adib.

Menurut Adib sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama dan bukan juga negara sekuler.

“Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan,” katanya dilansir dari kemenag.go.id, Jumat 8 Maret 2024.

Sidang isbat, lanjut Adib dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan bagi umat muslim di Indonesia untuk mulai menjalankan ibadah puasa Ramadan, merayakan Idulfitri, dan Iduladha.

“Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran,” tandasnya.

Pelaksanaan sidang isbat sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, namun sebagian sumber menyebut pada tahun 1962.

Dalam perkembangan selanjutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Fatwa MUI itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawwal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Sidang ini dihadiri juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,”jelas Adib.

Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, imbuh Adib, bukan hanya dilakukan Indonesia saja, tapi juga di negara-negara Arab melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya.

“Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat. Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” tegas Adib.

Adib menegaskan bahwa peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah.

Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” katanya. (-)

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS