Buntut Paksa Siswi Pakai Jilbab, Sri Sultan Copot Kasek dan 3 Guru SMAN di Bantul

SetyoNt - Jumat, 05 Agustus 2022 10:39 WIB
Gubernur DIJ Sri Sultan HB X

Jogja, Jatengaja.com - Buntut paksa siswi memakai jilbab, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X mencopot kepala sekolah dan menonaktifkan tiga guru SMA N 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Sri Sultan menyatakan kebijakan mencopot kepala sekolah (Kasek) dan menonaktifkan tiga guru tersebut atas pertimbangan kelancaran proses investigasi kasus dugaan pemaksaan penggunaan atribut seragam pada seorang siswi di SMAN 1 Bangutapan, Kabupaten Bantul.

“Kepala sekolah dan tiga guru sudah saya bebaskan dari jabatannya, tidak boleh mengajar dulu sampai nanti ada kepastian (investigasi). Silakan tim dilihat, (jika) persoalan itu salahnya sekolah, maka harus ditindak. Saya tidak mau pelanggaran seperti itu didiamkan,” ujar Sri Sultan, Kamis (04/8) di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta dilansir dari Jogjaaja.com jaringan Jatengaja.com.

Menurut Gubernur DIY Sri Sultan, sekolah negeri seharusnya memberikan kebebasan bagi siswi yang muslim untuk mengenakan jilbab ataupun tidak. “Ketentuan kan aturan, tidak boleh memaksa,” jelas Sri Sultan.

Sri Sultan menambahkan setelah proses investigasi dilakukan, maka Pemerintah Daerah DIY segera akan menentukan langkah lebih lanjut.

Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji dalam kesempatan sama, menuturkan membebastugaskan kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul dilakukan agar proses klarifikasi dapat berjalan dengan baik.

“Supaya yang bersangkutan bisa konsentrasi dimintai keterangan dan menunggu proses, sementara dibebastugaskan dulu. Kalau terindikasi ada pelanggaran disiplin, maka tentu nanti proses pemeriksaan terkait pelanggaran disiplin dan pembelajaran di sekolah tetap berjalan dengan lancar,” jelasnya.

Menurutnya, sanksi yang diberikan wujudnya dapat berupa sanksi yang diberikan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY maupun yang diberikan Gubernur DIY.

“Kita lihat klarifikasi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan. Ini berkaitan dengan disiplin pegawai, disiplin pegawai itu semua hal yang kaitannya dengan status dia sebagai PNS dan apakah ada pelanggaran dengan peraturan pemerintah tentang disiplin pegawai. Bisa jadi ada kaitan dengan seragamnya, soal jilbab, dsb. Nanti pemeriksa akan menentukan ini melanggar atau tidak,” jelas mantan Kepala Disdikpora DIY ini.

Sementara, Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Kamis (04/08), menyampaikan pembebastugasan kepala sekolah dan tiga guru SMA N 1 Banguntapan didasari dari Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

“Pertimbangan ini dalam ranka memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan agar lebih fokus dan konsentrasi serta tidak mengganggu proses kegiatan belajar mengajar sampai diterbitkannya keputusan administrasi,” ungkap Didik.

Sedangkan siswi yang diduga mengalami pemaksaan untuk menggunakan jilbab, tetap diberikan kesempatan untuk bersekolah di SMA N 1 Banguntapan atau ditempatkan di sekolah lain sesuai formasi pada rombongan belajar demi tumbuh kembang peserta didik tersebut.

“Namun hal tersebut tetap mempertimbangkan masukan dari orang tua dan psikolog pendamping yakni Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kota Yogyakarta. Sementara jika siswi tersebut belum bisa mengikuti pembelajaran tatap muka, sekolah diharapkan dapat memfasilitasi dengan pembelajaran daring,” imbuh Didik.

Disdikpora DIY berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini sebaik-baiknya agar tak terulang kembali. Di sisi lain, untuk menekan intoleransi di lingkup pendidikan, Disdikpora DIY berama Bandiklat DIY juga akan memberikan pelatihan tentang Wawasan Kebangsaan dan Nilai-nilai Keistimewaan Jogja kepada kepala sekolah dan guru.

“Kepada semua sekolah di lingkungan Pemda DIY diimbau untuk menciptakan suasana dan ekosistem sekolah yang penuh toleransi sehingga menumbuhkan rasa nyaman dalam proses pembelajaran,” ujarnya. (-)

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh Ties pada 05 Aug 2022

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS