Sulitnya Jadi Profesor di Indonesia, Hingga Saat Ini Baru 2%

Kamis, 07 April 2022 17:04 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

rektor.jpg
Sulitnya Jadi Profesor di Indonesia, Hingga Saat Ini Baru 2%. (Jatengaja.com/Ist)

Semarang, Jatengaja.com - Untuk menjadi profesor di Indonesia ternyata cukup sulit, karena banyaknya syarat administrasi harus dipenuhi yang membutuhkan waktu beberapa tahun.

Menurut Ketua Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa yang juga Rektor Universitas Lampung, Prof. Karomani dari 312.890 dosen di Tanah Air hanya 5.479 orang atau 2% yang telah menyandang gelar guru besar.

“Hanya dua persen dosen di Indonesia yang sudah menjadi profesor. Saya pribadi adalah saksi hidup betapa sulitnya menjadi profesor. Lima tahun saya mengurus syarat administrasi menjadi profesor,” katanya pada webinar yang digelar Universitas Lampung (Unila) bersama SEVIMA secara hybrid yakni langsung dan virtual.

Webinar yang membahas strategi meningkatkan jumlah profesor dan mempercepat kenaikan jabatan fungsional dosen diikuti 250 rektor dan 8.000 dosen dari seluruh Indonesia.

Kegiatan tersebut mendapat rekor Museum Rekor Indonesia (Muri) untuk kegiatan Webinar Nasional dengan peserta terbanyak yang diikuti oleh Rektor se-Indonesia, pada Selasa (5/4) sore. 

Padahal, lanjut Karomani menjadi profesor adalah cita-cita seluruh dosen di penjuru negeri, sekaligus dapat mendukung peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia.

Kesulitan menjadi profesor atau guru besar karena banyaknya syarat administrasi yang perlu dipenuhi dosen, seperti syarat minimum mengajar mahasiswa sarjana hingga doktoral, membimbing disertasi, angket sesama dosen, surat rekomendasi, hingga syarat publikasi di internasional.

Tips sukses untuk menjadi profesor, lanjut Karomani, terletak pada kolaborasi antara rektor dan dosen. Rektor sebagai pemimpin di kampus, harus mau jadi komandan lapangan. 

Rektor perlu menguatkan sistem di kampus jika ternyata sistem tersebut masih lemah, misalnya, jika kampus belum memiliki fasilitas pendanaan yang cukup untuk para dosen berkuliah S3 dan mempublikasikan jurnal, maka harus turun untuk memfasilitasi.

Sedangkan dosen, punya kewajiban dan tekat teguh untuk terus belajar. Kampus bisa membentuk Tim Percepatan Guru Besar dan menyelenggarakan coaching clinic (pelatihan), di mana dosen yang belum profesor dapat belajar dari seniornya yang sudah menjadi profesor.

“Kami di Universitas Lampung meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan memberikan insentif, puluhan juta bagi setiap dosen yang mampu mempublikasikan artikel jurnal internasional, menyediakan beasiswa S3, mendirikan program studi S3, sampai saya juga menagih ke Dekan, Prodi, dan Bagian Akademik, kalau ada dosen yang proses jadi profesornya terlalu lama,” jelasnya.

Sementara, anggota DPR Prof. Djohar Arifin dalam kesempatan sama menyakan perlu ditransformasi dalam rangka mempermudah persyaratan profesor. 

Sesuai slogan Kampus Merdeka, seharusnya gelar profesor ditentukan secara langsung oleh kampus, karena kampuslah yang paling mengetahui potensi para dosennya masing-masing.

“Saya terus sampaikan kepada saudara Menteri, bahwa kampus ini belum merdeka. Jika kampus itu yakin seseorang layak menjadi profesor, tentu dengan kriteria yang jelas, maka tidak perlu lagi dibebani syarat administrasi yang begitu banyak. Masak kita tidak percaya dengan kualitas akademik Universitas Indonesia dan Universitas Lampung,” ujarnya. (-)