Selasa, 28 Maret 2023 17:01 WIB
Penulis:Sulistya
Editor:Sulistya
Jakarta, Jatengaja.com - Petani di Indonesia sedang menikmati masa panen raya padi saat ini. Namun, di tengah panen raya padi saat ini rupanya Pemerintah justru melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menilai langkah pemerintah melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton di masa panen raya merupakan keputusan pahit.
Khudori mengatakan, izin impor dikeluarkan saat panen raya ini amat jarang terjadi. Sebab, saat panen raya biasanya pasokan gabah atau beras melimpah dan harga turun.
"Keputusan ini amat dilematis. Di satu sisi, saat ini petani menikmati harga gabah tinggi. Biasanya, saat panen raya harga tertekan. Tentu ini menguntungkan petani. Di sisi lain, karena harga tinggi Bulog kesulitan melakukan penyerapan. Sampai 24 Maret lalu, penyerapan Bulog baru 48.513 ton beras. Amat kecil," ujarnya Selasa, 28 Maret 2023, dikutip dari www.trenasia.com.
Pada 2023, Bulog sendiri ditargetkan Bapanas menyerap beras petani domestik sebesar 2,4 juta ton, yang 1,2 juta di antaranya akan menjadi stok akhir tahun. Dari target itu, 70% di antaranya diharapkan bisa diserap kala panen raya sampai Mei 2023.
Pada pekan lalu, CBP yang ada di gudang Bulog hanya 280 ribu ton, jumlah ini amat kecil. Sementara mulai Maret hingga Mei 2023 Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu. Masing-masing keluarga akan mendapatkan beras 10 kg. Artinya, perlu 630 ribu ton.
HPP Naik
Dikatakan Khudori, jika pemerintah hanya mengandalkan penyerapan/pengadaan dari dalam negeri akan susah terpenuhi. Walaupun Bapanas memang telah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) di petani jadi Rp5.000 per kg dan beras di gudang Bulog Rp9.950 per kg. Tapi harga gabah dan beras di pasar masih lebih tinggi dari HPP.
Solusi paling manjur untuk mencegah impor beras adalah dengan peningkatan produksi dalam negeri. Persoalannya dalam beberapa tahun terakhir, produksi beras dalam negeri justru merosot.
Merujuk data BPS, Khudori mengungkapka, pada 2018 Indonesia mengalami surplus beras tetapi volume surplus itu terus turun dari 4,7 juta ton pada 2018 hanya tinggal 1,34 juta ton pada 2022.
“Ketika jumlah surplus kian mengecil, soal pengelolaan cadangan dan distribusi jadi isu krusial. Ketika salah perhitungan, dampaknya bisa amat fatal,” kata Khudori.
Sebelumnya, lewat Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada 24 Maret 2023, pemerintah menugaskan kepada Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton sampai akhir Desember 2023.
Dari jumlah itu, 500 ribu ton di antaranya harus diimpor segera untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP). Penugasan itu diputuskan dalam rapat bertajuk Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idulfitri 1444 H dengan Presiden. (-)
Bagikan