Nilai Tukar Rupiah Melemah Signifikan, Sentuh Angka Rp16.118 per Dolar AS

Senin, 15 April 2024 09:08 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa rupiah menguat 1,11% secara year-on-year (yoy) pada akhir tahun 2023, lebih baik dibanding mata uang Thailand dan Filipina.
Nilai tukar rupiah melemah signifikan, sentuh angka Rp16.000 perdolar AS. (istimewa)

Jakarta, Jatengaja.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan signifikan menembus level psikologis Rp16.000 pada tengah pekan lalu dan mencapai posisi terendah sejak krisis keuangan 1998.

Berdasarkan  data Google Finance dilansir dari ibukotakini.com jaringan jatengaja.com, pertahanan rupiah jebol pada hari Kamis, 11 April 2024 pada posisi Rp16.034 per dolar AS. Sempat menguat menuju angka Rp15.996 per dolar AS sehari kemudian, dan kembali jeblok hingga menyentuh level tertinggi Rp16.147per dolar.  

Sumber yang sama mencatat pada pukul 09.00 Wita, Senin (15/4/2024) rupiah diperdagangkan di level 16.118 per dolar AS, melemah 0,48% dari posisi penutupan hari sebelumnya. 

Pelemahan ini memperpanjang tren negatif rupiah yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir.

Berbagai faktor diyakini menjadi penyebab pelemahan rupiah, di antaranya, kebijakan moneter ketat Bank Sentral Amerika (The Fed) yang menaikkan suku bunga acuannya secara agresif untuk memerangi inflasi. 

Hal ini membuat dolar AS lebih menarik bagi investor global, sehingga memicu arus keluar modal dari pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Ketidakpastian ekonomi global akibat perang di Ukraina dan Timur Tengah, serta sanksi-sanksi yang dikenakan kepada Rusia. Situasi ini memicu kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi global, sehingga mereka cenderung mencari aset safe haven seperti dolar AS.

Terakhir, akibat permintaan dolar AS yang meningkat dari importir untuk membiayai impor barang dan jasa. Permintaan ini semakin tinggi pada saat Ramadan dan Lebaran, ketika konsumsi masyarakat biasanya meningkat.

Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual menilai pelemahan ini disebabkan oleh penundaan penurunan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika (The Fed).

"Kemungkinan penurunan suku bunga The Fed bergeser ke kuartal IV 2024 karena ekonomi AS yang masih solid," ujar David dilansir Liputan6.com, Sabtu (15/4/2024).

Menurut David, pelemahan rupiah saat ini masih tergolong wajar dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

"Masih wajar. Hitungan saya memang fundamental rupiah harusnya sudah di atas 16 ribu. Negara-negara berkembang lain banyak yang melemah di atas 5 persen, rupiah hanya 2,5 persen year to date (ytd). Yen Jepang saja sudah melemah 15 persen ytd," tutur dia.

David menambahkan, Bank Indonesia (BI) telah aktif melakukan stabilisasi rupiah sejak bulan lalu. Hal ini berdampak pada cadangan devisa yang turun sekitar USD 4 miliar pada Maret 2024.

"Cadangan devisa April kemungkinan juga masih turun karena pembayaran dividen, pembayaran utang dan upaya stabilisasi rupiah oleh BI," kata dia.

Meskipun rupiah mengalami pelemahan, David optimis bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat.

"Saya optimis fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Pertumbuhan ekonomi masih di atas 5 persen, inflasi masih terkendali, dan neraca perdagangan surplus," ujarnya.

David menghimbau kepada pelaku pasar untuk tetap tenang dan tidak melakukan spekulasi berlebihan.

"Pelaku pasar perlu mencermati data dan informasi yang ada dengan seksama dan tidak melakukan spekulasi berlebihan," ujarnya.

Hingga hari ini Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) belum menyatakan kebijakan yang akan diambil untuk menstabilkan rupiah.  (-)

Tulisan ini telah tayang di ibukotakini.com oleh Hadi Zairin pada 15 Apr 2024