Akademisi : Program Pengentasan Kemiskinan Tak Akan Maksimal, Bila Akses Transportasi Masih Buruk

Rabu, 19 Februari 2025 18:04 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

djoko1.jpg
Akademisi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno (istimewa)

Semarang, Jatengaja.com - Akademisi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menyatakan program pemerintah pengentasan kemiskinan tidak akan beranjak dan maksimal hasilnya selama akses transportasi tidak memadai. 

Menurut akademisi yang juga pengamat transportasi ini apapun bentuk program pemerintah yang diberikan kepada warga miskin tidak akan membawa hasil maksimal selama akses transportasi masih buruk

“Bila pemerintah serius untuk mengentaskan kemiskinan, terlebih dahulu perbaiki akses transportasi masyarakat,” kata Djoko dalam keterangan tertulis, Rabu 19 Februari 2025.

Pernyataan Djoko ini menanggapi Gubernur Jateng terpilih Pilkada 2024, Ahmad Luthfi yang menegaskan, pengentasan kemiskinan akan tetap menjadi prioritas utama dalam pemeritahannya.

Lebih lanjut dosen Unika Soegijapranata Semarang ini menyatakan, hampir semua kepala daerah menjanjikan akan mengentaskan kemiskinan, namun hingga sekarang belum banyak terwujud. 

“Pasalnya, akar masalah tidak pernah dibereskan, sehingga terkesan orang miskin di Indonesia dipelihara. Bukan untuk dientaskan, namun sebagai lumbung suara setiap lima tahunan,” ujar Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.

Akses transportasi yang terbatas dapat berdampak negatif pada kehidupan masyarakat miskin, seperti keterisolasian, keterasingan dan hambatan dalam pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, pengembangan pengetahuan, dan hambatan masalah sosial dan ekonomi jangka panjang.

Di sejumlah wilayah di Jateng, sebagian anak harus putus sekolah lantaran angkutan umum sudah tidak tersedia di daerahnya. 

Kriteria masyarakat miskin berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial, meliputi kriteria dari aspek ekonomi, fisik, kesehatan, psikologis dan lainnya. Keterbatasan akses ke transportasi merupakan salah satu aspek yang menentukan. 

“Daerah miskin, pasti akses transportasinya buruk. Jalan kota/kabupaten yang tidak mantap rusak sebesar 38 persen,” tandas Djoko. 

Berdasar data Bappeda Jawa Tengah 2025, total panjang jaringan jalan di Provinsi Jateng 31.116,64 km. Terdiri dari atas 1.518,09 km jalan nasional, 2.404,741 km jalan provinsi dan 27.193,81 km jalan kab/kota.

Sebanyak 56,18% dalam kondisi baik (17.480,22 km), kondisi sedang 27,06% (8.420,05 km) dan kondisi rusak 33,26% (5.108,77 km).

Kondisi jalan nasional 36,95% baik (560,93 km), 54,07% sedang (820,79 km) dan rusak 8,99% (136,36 km). Jalan provinsi 83,60% baik (2.010,27 km), sedang 8,89% (213,89 km) dan rusak 7,51% (73,00 km). 

Sedangkan kondisi jalan kabupaten/kota 54,83% baik (14.909,02 km), sedang 27,16% (7.385,37 km), dan rusak 16,76% (4.899,41 km). 

“Dibanding daerah lain, jalan kabupaten/kota di Jawa Tengah 16,76 persen  masih di bawah rata-rata kondisi tidak mantap nasional sebesar 38 persen,” ujarnya.

Adanya Inpres Jalan Daerah yang pernah dikucurkan ke daerah termasuk di Jawa Tengah, turut membantu menuntaskan jalan rusak di daerah. Sayangnya, tahun 2025 belum dianggarkan Inpres Jalan Daerah.

“Jaringan jalan di daerah yang semakin baik, akan memperlancar mobilitas barang dan penumpang sehingga menudukung perekonomian daerah yang berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Djoko. (-)