Tidak Ada Sistem yang Dijamin Keamanannya

Sulistya - Kamis, 27 Juni 2024 20:12 WIB
Layanan publik di berbagai instansi terganggu akibat serangan siber Ransomware sejak Kamis (20/06/2024).

Jakarta, Jatengaja.com – Layanan publik di berbagai instansi terganggu akibat serangan siber Ransomware sejak Kamis (20/06/2024), yang mengakibatkan Server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengalami down.

"Dalam dunia keamanan komputer, di dunia ini tidak ada sistem yang dijamin pasti aman, yang ada adalah sistem yang sudah diretas dan sistem yang belum diretas. Di negara-negara maju pun konon setiap 3-5 detik terjadi percobaan peretasan," ujar Guru Besar bidang Information Teknologi (IT), Prof Marsudi Wahyudi Kisworo.

Prof Marsudi mengatakan, di dunia keamanan komputer tidak ada sistem yang dijamin keamanannya. Namun ia mengingatkan pentingnya security awareness culture.

Hal itu, sama saja dengan sebuah rumah. Secanggih apapun pengamanan rumah, tidak ada yang mau menjamin bahwa rumah seseorang tidak akan kemalingan, kerampokan, atau kejatuhan meteor.

"Makanya dalam keamanan, yang paling penting adalah security awareness culture alias budaya berhati-hati," katanya.

Guru Besar pertama di bidang IT di Indonesia itu menegaskan, di jagat pengamanan komputer, harus selalu mematuhi tata kelola keamanan (security governance) yang baik.

"Misalnya menerapkan berbagai standar keamanan komputer yang ada, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran keamanan, paling tidak mengurangi dampak jika terjadi pelanggaran keamanan. Sama kan dengan pengamanan fisik seperti mengamankan rumah atau mobil," katanya.

Penanganan Risiko

"Security governance meliputi analisa risiko apa saja yang bisa terjadi, meliputi skenario pelanggaran keamanan, aktor, probabilitas, dan dampaknya," tuturnya.

Dikatakan, dilakukan penanganan risiko mulai dari peralatan misalnya untuk deter, defend, dan detect, sampai ke prosedur yang harus dijalankan ketika terjadi pelanggaran keamanan misalnya peosedur tanggap darurat sampai ke pemulihan.

Rektor Universitas Pancasila itu juga memaparkan, lembaga-lembaga yang bonafide pasti punya security plan yang komprehensif, bahkan mungkin mengikuti standar-standar yang lazim.

"Kalau melihat kejadian dengan PDN, dan beberapa kasus sebelumnya yang pernah saya tangani, tidak adanya security plan yang baik itulah penyebab ketika terjadi pelanggaran maka tidak dapat ditangani dengan baik," ujarnya.

Prof Marsudi yang juga Dewan Pengarah BRIN ini mencontohkan, yang paling sering terjadi adalah tidak adanya skenario ketika terjadi peretasan dan tidak punya disaster recovery plan bahkan tidak punya business continuity plan.

"Jangankan itu, banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta di Indonesia, cyber risk assessment saja nggak punya, baru kelabakan ketika sudah dijebol," katanya. (-)

Editor: Sulistya
Tags HackerPDNSBagikan

RELATED NEWS