Tahun Depan, Krisis Pangan Diprediksi Memburuk
Eropa, Jatengaja.com - Gandum, minyak bunga matahari, lemon, hingga alpukat mengalami lonjakan harga sejak beberapa waktu terakhir. Hal itu disebabkan sejumlah insiden seperti pandemi, perang ukraina, hingga kekacauan pasokan rantai makanan secara kolektif yang telah menaikkan harga komoditas.
Terlebih perang Ukraina yang menyebabkan harga gandum dunia meroket. Ini disebabkan lantaran Ukraina merupakan negara produsen gandum terbesar di dunia.
Karenanya, apa yang terjadi pada Ukraina berkontribusi pada krisis makanan. Terutama dirasakan bagi mereka yang menggunakan gandun sebagai bahan makanan pokok.
"Melonjaknya harga pangan pada 2022 berarti bahwa bantuan tunai yang kami berikan kepada keluarga rentan tidak akan sampai sejauh ini. Kendala utama untuk mengakses pangan adalah penurunan daya beli ditambah dengan kenaikan harga pangan," ujar CEO Organisasi kemanusiaan Mercy Corps, Tjada D'Oyen McKenna, seperti dikutip TrenAsia.com dari Insider Senin, 29 Agustus 2022.
Bulan lalu, Ukraina dan Rusia mencapai kesepakatan yang ditengahi oleh PBB dan Turki. Kesepakatan ini memungkinkan Ukraina untuk memulai kembali ekspor biji-bijian dari Laut Hitam.
- Januari-Agustus 2022, Polda Jateng Kandangkan 1.648 Tersangka Narkoba dan Sita Ratusan Gram Sabu
- Pesatnya Perkembangan Industri, Permintaan Gas Bumi di Jateng Diprediksi Paling Tinggi secara Nasional
- UMKM Topang Pemulihan Ekonomi Kota Semarang
Langkah ini telah menawarkan beberapa bantuan ke pasar global antara lain Indeks Harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yang melacak beberapa komoditas barang dagangan secara umum agar dalam bulan keempat berturut-turut pada bulan Juli setelah mencapai rekor tertinggi pada awal tahun 2022. Sayangnya, penurunan harga tidak mungkin langsung merembes ke konsumen.
"Sementara banyak harga pangan telah menurun dalam beberapa pekan terakhir. Beberapa kembali ke tingkat sebelum perang dan pasar akan terus bergejolak dan bahkan jika harga global turun. Pasar lokal mungkin tidak melihat penyesuaian harga untuk lebih dari satu tahun," kata McKenna.
Ia menambahkan, ketika itu terjadi, dunia bisa melihat babak baru dalam krisis pangan. Dengan adanya dorongan yang membuat harga naik lagi krisis panagn bahkan bisa berubah jadi lebih buruk.
Terkendala masalah pasokan
Krisis pangan tahun ini sebagian besar disebabkan oleh gangguan logistik. Ini erat kaitnnya dengan masalah pengiriman biji-bijian Ukraina dan Rusia ke luar negeri.
Tapi tahun depan, McKenna menyebut bahwa pasokan makanan itu sendirilah yang akan jadi ancaman. Terutama bagi pasokan asal Ukraina.
Sepertu diketahui, invasi Rusia atas Ukraina yang terjadi akhir Februari lalu mengacaukan siklus pertanian tahunan dan mengganggu musim tanam di bulan April dan Mei. Siklus penaburan lainnya berlangsung dari September hingga November.
Pada Juli, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berkicau lewat Twitter untuk memberitahu bahwa panen pertanian negara itu bisa berkurang hingga setengah dari biasanya tahun ini karena perang.
"Panen Ukraina tahun ini terancam dua kali lebih sedikit," cuit Zelenskyy.
Dalam laporan sebuah laporan yang rilis pada 17 Agustus, firma riset McKinsey bahkan memperkirakan akan ada penurunan tajam dalam volume panen.
Menurut perkiraan McKinsey, panen Ukraina akan menjadi 30 hingga 44 juta ton di bawah tingkat normal tahun ini.
Hal ini disebabkan oleh lebih sedikit penanaman berdasarkan area, berkurangnya arus kas petani karena sebagian besar panen terakhir mereka tidak dapat dikirim, dan kemungkinan biji-bijian dibiarkan tidak dirawat atau tidak dipanen.
Adapun hasil panen yang dimaksud meliputi produksi biji-bijian Ukraina, seperti gandum yang turun dari 35% menjadi berkurang 45% pada musim panen berikutnya.
"Pada musim tanam berikutnya, perang yang mengganggu penanaman dan panen Ukraina dan diperparah dengan input yang kurang optimal ke tanaman Rusia, Brasil, dan negara berkembang lainnya, pasokan kemungkinan akan semakin ketat," tulis McKinsey.
Harga pupuk ikut melonjak
Rusia menyumbang hampir seperlima dari ekspor pupuk pada 2021. sayangnya, perang di Ukraina telah menyebabkan gangguan parah pada pasokan nutrisi tanaman.
Berdasarkan indeks pasar hijau Nloomberg, harga urea, pupuk nitrogen umum, naik lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu, menurut layanan. Akibatnya, petani di seluruh dunia menggunakan lebih sedikit pupuk.
"Kekurangan pupuk dan harga pupuk yang lebih tinggi juga diperkirakan akan mengurangi hasil di negara-negara yang sangat bergantung pada impor pupuk, seperti Brasil. Hal ini kemungkinan akan semakin menurunkan volume gabah di pasar dunia," tulis McKinsey dalam laporannya.
- Ganjar Lantik Kepala Dishub Jateng sebagai Penjabat Bupati Pati
- Aset-Aset Koruptor Surya Darmadi Mulai Disita Kejagung, Ini Daftarnya
- 100 Ibu Rumah Tangga Ikuti Pelatihan Pembuatan Kue
Hal serupa diungkapkan oeh Mercy Corps. Menurut data, sejumlah petani yang bekerja dengan pihaknya di Guatemala tidak dapat berinvestasi dalam siklus produksi berikutnya.
Penyebabnya adalah karena mereka tidak mampu membeli pupuk dan input lain yang berasal dari minyak, seperti plastik untuk bantalan dan pipa untuk sistem irigasi, atau karena mereka tidak dapat menemukan input pertanian di pasar.
Mengingat bahwa guncangan pada pertanian dan pasokan terjadi pada saat kondisi iklim ekstrem, termasuk kekeringan parah di Eropa dan banjir di Austrlia, McKinsey memperkirakan krisis pangan berikutnya akan lebih buruk daripada yang terjadi pada 2007 hingga 2008, dan dari 2010 hingga 2011.
"Konflik di Ukraina mengguncang pilar penting sistem pangan global dalam konteks yang sudah genting," tambah McKensey. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rizky C. Septania pada 30 Aug 2022