Negara-Negara Ini Sukses Lakukan Redenominasi Mata Uang
Jakarta, Jatengaja.com - Redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang menjadi strategi yang kerap diambil negara untuk menata sistem keuangan, mengurangi kerumitan transaksi, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap mata uang nasional.
Namun, hasilnya tidak selalu sama, sebagian negara berhasil melakukannya dengan baik, sementara lainnya justru gagal karena kondisi ekonomi dan sosial yang tidak mendukung.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut rangkuman sejumlah negara yang sukses dan gagal dalam melakukan redenominasi beserta faktor yang memengaruhinya.
1. Turki
Pada 1 Januari 2005, Turki resmi menghapus enam nol dari mata uang lamanya, menjadikan 1 Lira baru setara dengan 1 juta Lira lama. Langkah ini dilakukan setelah negara tersebut berhasil menurunkan inflasi dari level hiper pada dekade sebelumnya. Bank Sentral Turki menyiapkan program sosialisasi yang luas, termasuk desain uang baru yang lebih modern dan mudah dikenali.
- Mengenal Redenominasi dan Dampaknya
- Desak Regulasi Berkeadilan, Kepala Daerah Soroti Ketidaksesuaian FCTC dengan Kondisi Nasional
- Pemerintah Tegaskan HTI Bukan Penyebab Deforestasi di Indonesia
Berbagai penelitian, termasuk dari International Journal of Business and Management Invention (IJBMI), menyebutkan bahwa redenominasi Turki memberikan efek positif terhadap persepsi stabilitas ekonomi dan mempermudah transaksi tanpa menimbulkan lonjakan harga.
Kunci keberhasilannya terletak pada stabilitas makroekonomi dan persiapan teknis yang matang sebelum kebijakan diberlakukan.

2. Polandia
Polandia melaksanakan redenominasi pada 1 Januari 1995 dengan mengganti mata uang lama (PLZ) ke Złoty baru (PLN) dengan rasio 10.000:1. Kebijakan ini menjadi bagian dari reformasi ekonomi besar setelah transisi dari sistem komando ke ekonomi pasar.
Pemerintah Polandia berhasil menekan inflasi, menstabilkan pasar keuangan, dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap mata uang baru.
Dukungan kuat dari lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia juga memperkuat transisi tersebut. Hasilnya, Złoty baru menjadi simbol stabilitas dan kepercayaan diri ekonomi Polandia dalam memasuki era integrasi dengan Uni Eropa.
3. Rumania
Rumania melakukan redenominasi pada 1 Juli 2005 dengan menghapus empat nol dari mata uangnya, 10.000 Lei lama setara dengan 1 Lei baru (RON).
Langkah ini bertujuan untuk mempermudah sistem pembayaran, memperkuat citra ekonomi nasional, dan mempersiapkan adopsi Euro di masa depan.
- Pemprov Jateng dan Pertamina Pasok 4.500 Tabung LPG 3 Kg di Wilayah Banjir Kota Semarang
- Gelar CJIBF, 34 Investor Siap Investasi Senilai Total Rp5 Triliun di Jawa Tengah
- Ini Syarat Daftar Program Beasiswa Santri dan Pengasuh Pesantren Jateng 2026
Pemerintah Rumania melakukan transisi secara hati-hati dengan masa dual-currency hingga akhir 2006, di mana uang lama dan baru beredar bersamaan.
Berkat komunikasi publik yang efektif dan pengawasan ketat terhadap harga, kebijakan ini berlangsung lancar tanpa gejolak inflasi. Meskipun tidak langsung memperbaiki semua indikator ekonomi, redenominasi ini dianggap sukses secara administratif dan simbolik.
Baca juga : Dorong Transformasi Mobilitas Cerdas di Indonesia
4. Ukraina
Ukraina memperkenalkan mata uang baru, Hryvnia (UAH), pada September 1996, menggantikan Karbovanets dengan nilai tukar 100.000 banding 1.
Reformasi moneter ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat kedaulatan ekonomi setelah lepas dari Uni Soviet. Bank Sentral Ukraina memastikan distribusi uang baru berjalan cepat dan efisien, sementara harga-harga dikontrol agar tidak melonjak.
Stabilitas ekonomi yang mulai membaik dan keinginan memperkuat identitas nasional menjadi faktor utama keberhasilan Ukraina dalam melaksanakan redenominasi ini. Langkah tersebut meningkatkan kepercayaan masyarakat dan menjadi fondasi sistem keuangan modern di negara tersebut.
5. India dan Korea Selatan (Demonetisasi)
Meskipun bukan redenominasi dalam arti teknis, India (2016) dan Korea Selatan (1982) sukses menjalankan kebijakan demonetization, penarikan dan penggantian uang lama untuk menekan peredaran uang gelap dan mendorong transparansi ekonomi.
India menarik pecahan ₹500 dan ₹1.000 dari peredaran untuk mendorong digitalisasi ekonomi, sementara Korea Selatan melakukan penggantian uang besar-besaran untuk mengendalikan inflasi.
Kedua negara ini menunjukkan bahwa keberhasilan kebijakan moneter radikal sangat bergantung pada kesiapan sistem keuangan dan kepercayaan masyarakat.
6. Kepulauan Cayman (Zero Rate Policy)
Kepulauan Cayman menjadi contoh menarik karena berhasil mempertahankan mata uang dengan nilai tukar yang kuat terhadap dolar AS melalui kebijakan “Zero Rate.”
Meskipun tidak melalui proses redenominasi formal, negara ini secara efektif menstabilkan nilai mata uang melalui pengelolaan fiskal dan moneter yang disiplin. Faktor kepercayaan global terhadap sistem perbankan Cayman turut memperkuat posisi mata uangnya di pasar internasional.
Dari berbagai contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan redenominasi tidak hanya ditentukan oleh penghapusan nol pada mata uang, tetapi juga sangat bergantung pada kondisi fundamental ekonomi, kesiapan sistem keuangan, konsistensi kebijakan, serta kepercayaan publik.
Negara-negara yang sukses umumnya menjalankan redenominasi setelah inflasi terkendali, komunikasi publik berjalan efektif, dan terdapat koordinasi kuat antar-lembaga.
Sebaliknya, negara yang mencoba redenominasi di tengah tekanan ekonomi dan sosial justru berisiko mengalami kekacauan harga dan penurunan kepercayaan terhadap mata uang itu sendiri.
Oleh karena itu, bagi negara yang mempertimbangkan kebijakan serupa, pelajaran utama yang dapat diambil adalah pentingnya stabilitas ekonomi, transparansi, dan kesiapan teknis sebelum langkah redenominasi dilaksanakan. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 10 Nov 2025
