Menko Airlangga Tegaskan Pemerintah Tak Akan Bantu Lunasi Utang Sritex
Jakarta, Jatengaja.com - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan pemerintah tidak akan memberikan bantuan finansial untuk dalam proses penyelamatan PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Menurut Menko Airlangga kapasitas pemerintah bertindak sebagai fasilitator untuk mengurai problem yang dihadapi perusahaan Sritex dan industri tekstil di Indonesia secara umum.
Artinya, utang Sritex kepada 27 bank dan tiga multifinance tetap ditanggung perusahaan. “Sejauh ini kan kami sebagai fasilitator saja, (utang ditanggung) pemilik Sritex,” ujarnya, dikutip dari Antara, Jumat, 1 November 2024.
- PGSI Minta Mendikdasmen Juga Naikan Tunjangan Kesejahteraan Guru Swasta Jadi Rp2 Juta Per bulan
- Hadapi Final Piala Asia U20 Tahun 2025, Indra Sjafri Panggil 2 Pemain Naturalisasi Ikuti TC di Bali
- Bantu Masyarakat Lebih Terlindungi, BRI Kolaborasi dengan Ombudsman Tingkatkan Layanan Pengaduan
- RSUD dr Moewardi Solo Sukses Lakukan Fetoskopi Laser Ablasio Janin Kembar
- Dorong UMKM Bersertifikat Halal, BRI dan LPPOM MUI Beri Pendampingan Langsung
Menko Airlangga Hartarto, menyatakan pemerintah akan tetap mengacu pada putusan pengadilan negeri Semarang dalam membantu perusahaan Sritek yang memiliki kode emiten SRIL itu.
Sebagai informasi, kewajiban perusahaan atau liabilitas Sritex mencapai US$1,597 miliar atau setara Rp25,07 triliun pada semester I 2024. Angka itu terdiri atas liabilitas jangka panjang sebesar US$1,466 miliar dan liabilitas jangka pendek sebesar US$131,41 juta. Adapun aset perusahaan kini hanya tersisa US$ 648,98 juta.
Airlangga Hartarto menyatakan keputusan pengadilan perlu ditaati karena Indonesia adalah negara hukum. Sritex dan anak-anak perusahaannya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang berdasar putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Senin, 21 Oktober 2024.
“Keputusan pengadilan harus diikuti. Sekarang Sritex dikuasai kurator,” ujar Airlangga. Saat ini pemerintah ingin memastikan Sritex tetap berproduksi meski tengah dalam kondisi pailit. Hal ini karena perusahaan yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah, itu masih melayani kebutuhan ekspor dan impor.
Informasi yang dihimpun TrenAsia,com jaringan Jatengaja.com, manajemen Sritex telah bertemu Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan kurator untuk membahas terkait jaminan operasional dan proses izin ekspor-impor. Hal itu termasuk penghasilan dari ekspor yang harus digunakan untuk membiayai operasional usaha. “Harus ada jaminan dari operasi itu,” ujar Airlangga.
Pernyataan Airlangga senada dengan ucapan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Rabu, 30 Oktober 2024. Yassierli menegaskan pihaknya tidak sedang mempertimbangkan opsi bantuan keuangan atau bailout dalam misi penyelamatan Sritex.
Menurut Yassierli, pemerintah saat ini tengah menyeriusi upaya mediasi serta revisi kebijakan agar problem yang menimpa Sritex tak semakin merembet ke pekerjanya. “Saya menangkap di media, seolah-olah pemerintah akan membantu (mengucurkan dana) untuk Sritex. Rasanya tidak seperti itu,” ujar Yassierli.
Pihaknya menegaskan pemerintah hanya membantu proses mediasi antara operator dan manajemen serta mengupayakan kebijakan yang lebih berpihak pada industri tekstil nasional. “Membantu itu kan horizonnya macam-macam, bukan berarti kemudian pemerintah bantu swasta secara langsung,” tuturnya.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan Sritex memiliki total utang kredit Rp14,64 triliun kepada 27 bank dan tiga perusahaan pembiayaan atau multifinance hingga September 2024. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan kredit Rp14,64 triliun tersebut mayoritas merupakan utang bank sebanyak Rp14,42 triliun.
- Skor ESG Telkom Meningkat Signifikan hingga Raih Predikat Sangat Baik
- Dukungan Perkembangan Musik, Indosat Melalui IM3 Gelar Collabonation Talent Hunt Cari Musisi Muda
- KPR BRI Property Expo Goes to Sinarmas Land, Tidak Hanya Promo, tapi Juga Dukung Kampanye Green Housing!
Adapun sisanya merupakan utang di perusahaan pembiayaan. Data OJK menyebutkan kondisi pencadangan kreditur Sritex masih aman. “Bank sebagai lembaga yang memberikan pembiayaan pasti sudah mempertimbangkan berbagai aspek keamanan kredit, termasuk kemampuan Sritex untuk membayar,” ujar Dian.
Pihaknya menjelaskan bank punya mekanisme yang mapan dalam menghadapi situasi seperti yang dihadapi Sritex. OJK menyebut cadangan agregat yang telah dibentuk pada bank dan perusahaan pembiayaan masing-masing sebesar 83,34% dan 63,95%.
“Saya kira sudah cukup dari memadai untuk backup potensi kerugian kepada bank,” ujar Dian. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 01 Nov 2024