Kurs Rupiah Terus Melemah, Diperkirakan Bisa Tembus Rp15.650 per Dolar AS

SetyoNt - Selasa, 01 November 2022 13:31 WIB
Ilustrasi mata uang dolar AS dan rupiah. (TrenAsia/Ismail Pohan)

Jakarta, Jatengaja.com - Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Diperkirakan nilai kurs ripiah bisa menembus level Rp15.650 per dolar AS pada perdagangan Selas 1 November 2022.

Berdasarkan data perdagangan Bloomberg, Selasa 1 November 2022, nilai kurs rupiah dibuka melemah 15 poin di level Rp15.569 per dolar AS dibandingkan atas hari sebelumnya.

Tercatat pada perdagangan hari sebelumnya, Senin, 31 Oktober 2022, nilai kurs rupiah ditutup melemah 43 poin di level Rp15.554 perdolar AS.

Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memprediksi nilai kurs rupiah pada Selasa 1 November 2022 bisa menembus kisaran Rp15.570-Rp15.650 per dolar AS.

Ibrahim memaparkan, dalam rangka menghadapi inflasi yang terjadi karena pemulihan pascapandemi, bank-bank sentral di seluruh dunia perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 poin persentase agar sesuai dengan target Bank Dunia.

"Ketika peningkatan ini disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global akan melambat menjadi 0,5% pada 2023, kontraksi 0,4% dalam istilah perkapita yang akan memenuhi definisi teknis dari resesi global," tutur Ibrahim dikutip dari riset harian dilansir dari trenasia.com jaringan Jatengaja.com, Selasa 1 November 2022.

Bank Indonesia (BI) melakukan survei dan berasumsi bahwa inflasi Oktober 2022 akan mencapai 5,8% secara tahunan. Inflasi ini diperkirakan lebih rendah dibandingkan September 2022 di posisi 5,95% secara tahunan.

Sementara itu, inflasi secara bulanan diperkirakan akan mencapai 0,05% yang disumbang oleh kenaikan harga bensin sebesar 0,06% dan tarif angkutan kota sebesar 0,04%.

BI sudah menerima mandat untuk menjaga laju inflasi dan akan mencoba mengendalikannya sesuai dengan akar permasalahan yang ada di lapangan.

Ibrahim pun menilai bahwa kenaikan suku bunga acuan menjadi 4,75% disebabkan oleh BI yang melihat adanya potensi kenaikan permintaan masyarakat. Kenaikan suku bunga ini pun banyak diperbincangkan oleh para ekonom karena peningkatannya yang agresif.

"Namun, kenaikan suku bunga ini sudah sesuai dengan ukuran dan bukan diterapkan untuk mengatasi inflasi yang seharusnya tidak dibatasi dengan kenaikan suku bunga. Apa yang dilakukan BI semata-mata untuk memastikan perekonomian akan tetap tumbuh di angka yang menjanjikan," pungkas Ibrahim. (-)

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 01 Nov 2022

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS