Evaluasi PPDB, Distribusi Sekolah Tidak Merata

Sulistya - Selasa, 05 Juli 2022 18:33 WIB
Kuota PPDB SMA/SMK Negeri Kosong di Jateng Diprioritaskan untuk Siswa Keluarga Miskin. (Jatengaja.com/dok)

Semarang, Jatengaja.com – Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDP) Jawa Tengah telah berakhir dan diumumkan hasilnya pada Senin (4/7/2022).

Dari daya tampung SMA/SMK negeri di Jateng sebanyak 217.745 orang, terserap 216.107 peserta didik. Adapun jumlah pendaftar PPDB Jateng tahun ajaran 2022/2023 mencapai 288.733 orang.

Atas rampungnya PPDB, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo mengatakan, akan mengevaluasi hasil pelaksanaan. Sebab masih banyak kendala yang muncul terutama masalah zonasi.

"Memang tidak bisa dipungkiri semua menginginkan SMA SMK tertentu yang mau dituju," katanya.

Salah satu hasil evaluasi adalah delapan siswa yang menurut laporan mengalami peretasan. Hal itu pun langsung diatasi dan saat ini para siswa tersebut dan lolos pada sekolah yang dituju.

"Saya minta dibetulin. Alhamdulillah beritanya sudah diperbaiki dan lolos semua. Ada plus minusnya," kata Ganjar.

Gubernur menuturkan, dirinya langsung memantau proses pelaksanaan PPDB. Selain itu, Ombudsman RI juga dilibatkan untuk mengawasi pelaksanaannya. Ganjar tak memungkiri ada kelemahan dalam sistem PPDB.

"Maka saya pantau sendiri. PPDB selalu jadi evaluasi, sistem ini harus dilaksanakan, kelemahannya distribusi sekolah tidak merata," katanya.

Evaluasi

"Kalau mau dilanjut harus dibuat sekolah di beberapa tempat yang memang kosong. Kalau tidak cara penentuannya tidak boleh bulet, harus agar lonjong mengikuti area area pembagian itu. Ini evaluasi kami terus menerus," ujarnya.

Dikatakan, ada banyak opsi yang bisa dipilih. Selain zonasi, orangtua dan siswa bisa memanfaatkan pilihan jalur prestasi atau afirmasi.

Dikatakan, masih ada jalan untuk siswa yang tidak lolos PPDB. Misalnya dengan masuk ke SMA atau SMK swasta. Jika tidak mampu dengan alasan biaya mahal, ada beasiswa yang bisa digunakan.

"Kalau tidak diterima bisa di sekolah swasta. Biasanya alasan kan biaya (mahal). Ada beasiswa kok dan beberapa daerah dari sisi zona terlalu jauh karena sedikitnya sekolah sebenarnya bisa gunakan kelas virtual," kata Ganjar

Solusi kelas virtual saat ini masih dimatangkan pelaksanaannya. Sebab menambah jumlah rombongan belajar tidak bisa diambil keputusan jangka pendek. (-)

Editor: Sulistya

RELATED NEWS