Semester II Tahun 2024, Diprediksikan Minat Investasi di Pasar Modal Meningkat

Kamis, 25 Januari 2024 23:25 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) akan menyiapkan sejumlah strategi demi minat masyarakat untuk melakukan aktivitas investasi di pasar modal pada 2024.
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis 12 Januari 2023. (TrenAsia/Panji Asmoro)

Jakarta, Jatengaja.com -  PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksikan pada semester II tahun 2024 minat investasi  publik di pasar modal bakal meningkat.  

Pertumbuhan jumlah nasabah pada semester II tahun 2024 sekitar 10%, mencapai angka sekitar 363.000 pada akhir tahun ini, melampaui angka 330.000 yang dicapai pada akhir tahun 2023. 

CEO Mirae Asset Sekuritas, Tae Yong Shim,  menyatakan keyakinannya terhadap perbaikan investasi ini seiring dengan prediksi pelonggaran kebijakan suku bunga global dan nasional. 

Selain itu, optimisme tersebut turut didukung oleh kondisi politik yang diprediksi akan tetap aman dan damai, membawa peralihan kepemimpinan yang lancar. 

“Kami optimis seiring dengan prediksi positif analis kami dan sebagian besar pelaku pasar, terutama pada semester II-2024,” ujar Mr. Shim dalam Media Day: January 2024, Rabu (24/1/2024) dilansir dari trenasia.com jaringan Jatengaja.com. 

Optimisme tersebut, lanjut Tae Yong Shim  diperkuat oleh rencana inovasi perusahaan, termasuk peluncuran platform transaksi saham baru. Platform ini akan menjadi platform online trading saham pertama yang didukung oleh teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

Selain itu, Mirae Asset berencana untuk meningkatkan layanan kepada nasabah dengan fokus pada pengelolaan aset (wealth management) mereka. Ini adalah bagian dari strategi perusahaan untuk memberikan pengalaman investasi yang lebih baik kepada nasabah.

Tae Yong Shim menjelaskan bahwa iklim investasi tahun ini diprediksi akan lebih baik daripada tahun sebelumnya.  Pada tahun 2023, kondisi makroekonomi dunia tidak kondusif, terutama karena suku bunga yang tinggi, ketegangan geopolitik, dan polarisasi politik global. 

Akibatnya, suku bunga acuan domestik naik menjadi 6% untuk mengatasi potensi gejolak inflasi dan nilai tukar dolar AS.

Gejolak global tersebut juga mempengaruhi pasar modal domestik dengan terjadinya capital outflow senilai Rp 6 triliun. Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) saham turun menjadi sekitar Rp 11 triliun per hari dari sebelumnya Rp 15 triliun per hari pada tahun 2022.

Meskipun kondisi tahun lalu kurang kondusif, Mirae Asset berhasil mempertahankan posisinya sebagai salah satu perusahaan efek terbesar. 

Pada tahun 2023, mereka mencatat pangsa pasar frekuensi transaksi saham sebesar 12% dan pangsa pasar volume transaksi sebesar 9%. 

Meskipun terjadi penurunan dari sisi nilai transaksi, hal ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas investasi dan transaksi investor ritel di pasar saham.

Pada tahun lalu, Bursa Efek Indonesia mencatat penurunan porsi nilai transaksi investor ritel menjadi 38,1% dari tahun sebelumnya yang mencapai 44,7%. Hal ini sejalan dengan penurunan porsi kepemilikan saham ritel menjadi 16,8% pada 2023 dari 19,2% pada 2022.

Mirae Asset juga berhasil mempertahankan posisinya sebagai salah satu perusahaan efek dengan permodalan terkuat di Indonesia, dengan nilai Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) mencapai kisaran Rp 1,4 triliun.

Robertus Hardy, Head of Research Mirae Asset, menyatakan bahwa peningkatan minat investasi publik di pasar saham tahun ini didukung oleh optimisme prediksi pasar saham pada semester II. 

“Ada potensi penurunan suku bunga bank sentral di tingkat global, termasuk BI rate, yang terutama disebabkan oleh inflasi yang terkendali dan sudah ada kejelasan hasil pemilu. Kami masih memprediksi nilai wajar IHSG akan berada pada level 8.100,” papar Robertus.

Robertus juga menyoroti dua faktor penting lainnya yang mendukung perkiraan positif ini. Pertama, investor domestik diprediksi akan tetap menjadi penopang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 

Kedua, total kapitalisasi saham dari lima emiten terbesar di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan pasar saham Asia lainnya seperti Korea Selatan, Jepang, dan India.

Lima saham blue chips terbesar di Indonesia, seperti BBCA, BREN, BBRI, BYAN, dan BMRI, memiliki total kapitalisasi pasar sekitar US$273 miliar, jauh di bawah lima perusahaan terbesar di bursa Korea Selatan, Jepang, dan India yang masing-masing mencapai US$628 miliar, US$672 miliar, dan US$ 691 miliar. 

Dengan optimisme terhadap pasar saham, saham-saham pilihan termasuk BBCA, BBRI, ACES, MAPI, TLKM, ISAT, dan ASII. (-)

 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 25 Jan 2024