Wanita China Merasa Gerah, Pemerintah Paksa Punya Banyak Anak
Beijing, Kabarku.net - Wanita China merasa gerah lantaran merasa dipaksa harus melahirkan banyak anak, menyusul adanya imbauan pemerintah untuk menambah jumlah anak yang dilahirkan per kepala keluarga.
Kebijakan pemerintah China dianggap wanita setempat sebagai sebuah pelecehan. Selain itu, penolakan untuk memiliki lebih banyak anak terjadi lantaran membesarkan anak dirasa merupakan tanggung jawab yang sulit.
Mengutip Insider Rabu, 3 Januari 2024, penolakan para wanita untuk melahirkan banyak anak menimbulkan krisis bagi Partai Komunis. Sebagaimana diketahui, China dikabarkan menghadapi keruntuhan demografis dengan kurang dari 10 juta bayi yang lahir pada tahun 2022 jika dibandingkan dengan 16 juta bayi yang lahir pada tahun 2012, kata laporan itu.
- Mantan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli Meninggal Dunia di Jakarta
- Kunjungan Kerja di Cilacap, Presiden Jokowi Kunjungi Fasilitas Pengolahan Sampah Menjadi RDF
- Bawaslu Jateng Buka Pendaftaran 177.299 Anggota Pengawas TPS Pemilu 2024, Ini Syaratnya
- 5 Kejadian Menonjol Lakalantas di Jateng Selama 2023
- 5 Kejadian Menonjol Lakalantas di Jateng Selama 2023
Pergeseran demografi ini menunjukkan bahwa pada tahun 2040, Tiongkok diperkirakan memiliki 400 juta orang yang berusia di atas 60 tahun. Sebagai informasi, jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan seluruh populasi Amerika.
Di tengah menurunnya angka kelahiran dan populasi yang menua, Presiden China, Xi Jinping mendesak adanya tindakan. Ini dilakukan setelah menyoroti urgensi untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam populasi Tiongkok.
Xi Jinping mengatakan kepada Federasi Wanita Seluruh Tiongkok yang terkait dengan Partai Komunis pada bulan Oktober lalu bahwa perempuan harus membantu membangun tren baru dalam keluarga.
Tak sampai di situ, Ia juga mengatakan dia ingin masyarakat Tiongkok secara aktif menumbuhkan budaya baru dalam pernikahan dan melahirkan anak serta memperkuat panduan mengenai pandangan generasi muda tentang pernikahan, persalinan, dan keluarga.
Namun perempuan Tiongkok menolaknya. “Saya tidak mampu mengurus hal lain selain orang tua dan pekerjaan saya,” kata Molly Chen sebagaimana dikutip TrenAsia.com.
Iya menilai, meskipun ada upaya untuk mempromosikan nilai-nilai kekeluargaan, ceramah partai, dan insentif tunai untuk memiliki lebih banyak anak, banyak perempuan muda memandang pernikahan dan mengasuh anak sebagai hal yang tidak praktis, dengan alasan kekhawatiran ekonomi dan kebebasan pribadi yang terbatas.
Pergeseran pola pikir ini terlihat dari penurunan pernikahan tercatat , turun dari 13 juta pada tahun 2013 menjadi 6,8 juta pada tahun 2022, tambahnya.
Meskipun pemerintah melakukan tindakan keras terhadap aktivis hak-hak perempuan, perdebatan nasional mengenai perlakuan terhadap perempuan telah meletus.
Mengutip Wall Street Journal, seorang wanita mengatakan bahwa belum lama ini dia menghindari denda karena memiliki terlalu banyak anak. Sekarang dia dilecehkan melalui pesan teks untuk mendapatkan lebih banyak.
Menghadapi upaya berkelanjutan Beijing untuk mendorong persalinan , semakin banyak perempuan yang memilih untuk tetap melajang dan tidak memiliki anak, yang mencerminkan lanskap kompleks masa depan demografis China. (-)