Wakil Ketua DPRD Jateng Sebut Jumlah Anak Putus Sekolah Cukup Tinggi, Capai 67,9%
Semarang, Jatengaja.com - Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah serius menangani kasus anak putus sekolah.
Sebab jumlah anak putus sekolah di Jawa Tengah (Jateng) angkanya masih cukup tinggi yakni setiap tahun mencapai 45.000 anak.
“Ini harus menjadi perhatian serius Pemprov Jateng. Harus bisa mengawal kebijakan pendidikan, baik perencanaan penganggaan ataupun koordinasi dengan para pemangku kepentingan,” katanya, Senin 14 Februari 2022.
- Bazaar UMKM Kendal Digelar di Lokasi Wisata
- Fokus Kembangkan Bisnis Data Center, Komisi VI DPR RI Apresiasi TelkomGroup
- Kementan Serahkan Aset Rp 7,7 Miliar untuk Kabupaten Semarang
Menurut Heri Pudyatmoko berdasarkan data setiap tahun, setidaknya ada 45.000 anak di Jateng, kebanyakan tingat SMA putus sekolah karena permasalahan orang tua tidak mempunyai biaya.
“Anak usia 16-18 tahun di Jateng yang seharusnya berada di bangku SMA sederajat, ternyata 67,9 persen tidak sekolah,” tandasnya.
Kasus anak putus sekolah paling banyak dialami anak SMA sederajat, sambung Heri, salah satu faktor utama adalah masalah ekonomi masyarakat. Di Jateng masih ada beberapa daerah yang masuk data sebagai wilayah dengan kemiskinan ekstrem.
Kondisi ini menyebabkan mereka banyak yang lebih memilih bekerja, merantau, atau pilihan lain seperti pernikahan dini. Sebab perekonomian orang tuanya merosot karena pandemi Covid-19.
“Total ada 19 daerah yang masuk dalam prioritas kemiskinan ekstrem. Namun, untuk tahun 2022 tercatat ada lima daerah yang memiliki jumlah penduduk miskin ekstrem, sehingga harus segera ditangani dengan cepat dan tepat,” ujar Heri Pudyatmoko.
Kelima daerah itu adalah Kabupaten Kebumen, Kabupaten Brebes, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Pemalang, dan KabupatenBanyumas.
Untuk itu, imbuh Heri Pudyatmoko, Pemprov Jateng harus menggandeng sejumlah pihak untuk gotong royong menyelesaikan persoalan kemiskinan ekstrem pada beberapa daerah di Jawa Tengah, guna mengantisipasi masalah tingginya angka putus sekolah.
“Pemprov memiliki tanggung jawab dan tugas untuk menurunkan kemiskinan ekstrem,” tandasnya.
Sementara Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat sebelumnya menyatakan, angka kamiskinan dan angka putus sekolah di Wonosobo masih tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Republik Indonesia (Kemdikbudristek) tahun 2021 ada sekitar 3.581 anak putus sekolah yang tersebar di berbagai kecamatan di Wonosobo.
Menurut Bupati, ada 25 desa di Wonosobo yang angka kemiskinannya tinggi dan sebenarnya sudah mendapatkan alokasi anggaran dana desa yang cukup.
“Terkait angka putus sekolah, perlu dianalisa lebih jauh alokasi anggaran untuk desa tersebut. Anggaran tinggi tapi belum sebanding dengan kemajuan sektor lintas ekonomi, kesehatan, pendidikan, serta kesejahteraan warganya, ini bentuk evaluasi bersama untuk merumuskan sebuah kebijakan yang tepat,” ujarnya. (-)