UMKM Jadi Sasaran Empuk Pajak
Jakarta, Jatengaja.com – Laporan terbaru Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti adanya ketimpangan besar antara pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan korporasi besar. Hal ini menunjukkan sistem perpajakan di Indonesia dinilai belum berjalan adil.
UMKM yang jumlahnya mencapai puluhan juta justru sering menjadi target ekstensifikasi pajak. Sementara itu, korporasi besar memiliki akses lebih luas terhadap fasilitas insentif, konsultan profesional, hingga celah legal untuk menekan kewajiban mereka.
"Kondisi ini membuat rasa keadilan dalam sistem perpajakan semakin dipertanyakan," kata riset Celios "Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang" dilansir pada Senin, 1 September 2025.
- Telkom AI Center of Excellence Ditopang 4 Pilar
- BRI Salurkan KUR untuk Dukung Transformasi UMKM
- Gelaran BATIC 2025 Makin Impresif
UMKM Jadi Target Mudah
Dalam laporan tersebut, CELIOS mengibaratkan strategi pemerintah seperti “berburu di kebun binatang”. UMKM dianggap sebagai kelompok yang mudah dipungut pajaknya karena jumlahnya sangat besar, daya tawarnya rendah, dan minim kemampuan melakukan perencanaan pajak.
Bentuknya terlihat dari penerapan PPh Final UMKM hingga kewajiban administrasi berbasis digital yang dinilai memberatkan. Celios menekankan, alih-alih memberikan kemudahan, regulasi ini justru kerap menjadi beban tambahan di tengah upaya UMKM bertahan dari ketatnya persaingan pasar.
“UMKM bukan tidak mau taat pajak, tapi sering kali kebijakan yang ada tidak sensitif terhadap kondisi riil usaha kecil,” tulis CELIOS dalam risetnya.
Sebaliknya, perusahaan besar dinilai lebih leluasa dalam mengelola kewajiban pajak. Dengan kemampuan finansial, mereka dapat menyewa konsultan profesional untuk melakukan tax planning. Bahkan, praktik agresif seperti profit shifting dan transfer pricing kerap digunakan untuk menekan beban pajak secara legal.
CELIOS menilai, fenomena ini membuat kontribusi pajak korporasi tidak sebanding dengan kapasitas ekonominya. Padahal, potensi penerimaan pajak terbesar justru ada di kelompok usaha besar yang jumlahnya lebih sedikit.
Ketidakadilan Menganga
Celios menilai pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan insentif pajak yang diberikan kepada korporasi besar. Realokasi belanja perpajakan dinilai lebih bermanfaat untuk memperbaiki iklim investasi dan dunia usaha.
Celios menyatakan insentif pajak untuk konglomerat belum efektif mengakselerasi pertumbuhan ekonomi domestik maupun menciptakan lapangan kerja. Bahkan terdapat potensi realokasi belanja perpajakan yang dikhususkan bagi peningkatan iklim dan investasi sebesar Rp137,4 triliun.
“Upaya menggeser insentif pajak yang tak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja akan efektif menutup kebocoran anggaran mencapai Rp137,4 triliun,” dalam riset tersebut.
- Waspada Investasi Bodong di Era Digital
- Miris, 18 Juta Ha Hutan Indonesia Raib dalam 3 Dekade
- BI Jateng Gelar Bedah Buku 1830 Tentang Sejarah Pangeran Diponegoro Karya Melisa dan Peter Carey
Kondisi ini memunculkan jurang ketidakadilan. UMKM yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi malah lebih sering terbebani, sementara korporasi besar justru bisa memanfaatkan berbagai celah regulasi.
Menurut CELIOS, ketimpangan ini juga bisa merusak kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Jika dibiarkan, kepatuhan sukarela akan semakin melemah karena pelaku usaha kecil merasa diperlakukan tidak setara.
Ragam Skema Insentif dan Celah Fiskal
Adapun insentif pajak tersebut meliputi pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), pengurangan pajak penghasilan (PPh), dan serangkaian perlakuan khusus melalui tax holiday dan tax allowance.
“Namun, terdapat celah insentif fiskal yang tidak tercatat seperti kesenjangan tarif antarsektor, negosiasi khusus (tax ruling), penundaan pemungutan pajak, dan pengecualian pajak atas bea ekspor dan impor tertentu,” jelasnya.
Hal tersebut mengakibatkan belanja perpajakan justru menjadi subsidi terselubung (hidden subsidy) karena serangkaian komponen belanja perpajakan memang dikhususkan untuk mendukung iklim dan dunia investasi.
Insentif pajak tersebut dinikmati secara regular oleh perusahaan hilirisasi nikel, pertambangan batu bara, dan perusahaan ekstraktif di sektor industri pionir dan strategis.
CELIOS menekankan perlunya pergeseran fokus. Pemerintah sebaiknya lebih agresif dalam memperbaiki tata kelola pajak korporasi besar, bukan sekadar menambah beban UMKM.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Debrinata Rizky pada 01 Sep 2025