BI Jateng Gelar Bedah Buku 1830 Tentang Sejarah Pangeran Diponegoro Karya Melisa dan Peter Carey

SetyoNt - Rabu, 27 Agustus 2025 13:31 WIB
Kepala Perwakilan BI Provinsi Jateng, Rahmat Dwisaputra (dua dari kiri) menyerahkan cenderamata kepada Peter Carey penulis buku 1380. (Jatengaja.com/Totok)

Semarang, Jatengaja.com - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah menggelar serial bedah buku kedua dengan membedah buku 1830 karya Melissa Sunjaya dan sejarawan Peter Carey.

Mengusung tema “Refleksi Tiga Jalan (Sejarah, Sains, dan Filsafat) Menuju Bangsa Beradab”, acara bedah buku diselenggarakan di Kopi Nako, Kota Semarang, Selasa 26 Agustus 2025.

Sebagai narasumber utama adalah penulis buku Profesor Peter Carey, sejarawan dan Emeritus Fellow Trinity College, Oxford, yang dikenal sebagai pakar Pangeran Diponegoro.

Jalannya diskusi dipandu moderator Sumi Yang, serta dihadiri lebih dari 200 peserta secara luring dan disiarkan secara daring melalui channel Youtube Bank Indonesia Jateng.

Peserta diskusi terdiri atas Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan; KepalaDinas Pendidikan dan Kebudayaan; Dekan dan Kepala Perpustakaan Universitas, SMA dan SMP di wilayah Provinsi Jateng; Pejabat KPw BI Solo, Purwokerto dan Tegal, akademisi perguruan tinggi mitra KPwBI Provinsi Jawa Tengah; mahasiswa serta komunitas sejarah dan komunitas membaca dan menulis di Provinsi Jateng.

Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Rahmat Dwisaputra menyatakan tujuan serial bedah buku untuk membangun kesadaran bangsa beradab lahir dari pondasi sejarah, spiritualitas, dan filsafat serta menggali nilai-nilai perjuangan dan moralitas Diponegoro untuk menjawab tantangan zaman.

Selain itu mendorong peserta untuk membaca secara reflektif dan mengaitkan pemikiran besar dengan dinamika kehidupan kini dan menghidupkan budaya literasi kritis dan dialogis untuk memperkuat karakter bangsa.

“Transformasi menuju Indonesia Emas 2045 hanya mungkin bisa dicapai apabila manusia Indonesia sadar sejarah, matang secara spiritual, dan kritis secara intelektual,” ujar Rahmat.

Sementara, Peter Carey menyatakan Pangeran Diponegoro sebagai sosok berintegritas tinggi, penuh keteguhan dan keberanian, serta dikenal lugas dalam menyampaikan pandangan.

“Pangeran Diponegoro juga tidak segan menunjukkan kekecewaan secara terbuka ketika menghadapi hal yang dianggap menyimpang dari nilai moral,” katanya.

Dari karakter yang tegas dan jujur itu, Carey menegaskan pentingnya warisan moral Diponegoro yakni integritas, keteguhan, pengorbanan, dan keberanian menegakkan kebenaran meski menghadapi kegagalan.

“Diponegoro menunjukkan kepada kita bahwa sejarah bukan hanya tentang kemenangan, tetapi tentang keberanian menjalani takdir, menjaga martabat, dan meninggalkan teladan bagi generasi mendatang,” ungkap Carey.

Buku “1830” sendiri menawarkan sembilan “pisau bedah” yang mengajak pembaca meninjau kembali warisan kolonial dan dampaknya terhadap cara pandang bangsa Indonesia hingga kini.

Melalui refleksi sejarah ini, masyarakat diharapkan tidak sekadar mengingat simbol-simbol masa lalu, tetapi juga mengolahnya sebagai pelajaran untuk menghadapi tantangan zaman, termasuk arus digitalisasi dan polarisasi opini di ruang publik.

Penyelenggaraan serial bedah buku kedua ini juga mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Jateng dan Kota Semarang. Diharapkan forum ini menjadi ruang dialog lintas generasi dalam merumuskan narasi kebangsaan yang lebih inklusif dan berakar pada nilai kemanusiaan.

Serial Bedah Buku Bank Indonesia Jateng akan terus berlanjut. Pada seri ketiga mendatang, akan berfokus pada jalan filsafat, yang tidak hanya berbicara tentang konsep-konsep abstrak, melainkan juga tentang bagaimana manusia menimbang nilai, mencari arah hidup, dan menguji kebijaksanaan di tengah perubahan zaman. (-)

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS