Tradisi Dandangan Sambut Awal Ramadan, Warisan Sunan Kudus

SetyoNt - Rabu, 13 Maret 2024 17:42 WIB
Tradisi Dandangan Sambut Awal Ramadan, Warisan Sunan Kudus (dok. jatengprov.go.id)

Kudus, Jatengaja.com - Ada tradisi masyarakat di Jawa Tengah (Jateng) menyambut datangnya bulan Ramadan yang masih dilakukan secara turun menurun sampai sekarang.

Salah satu tradisi untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan adalah acara tradisi Dandangan yang digelar setiap tahun di kompleks Masjid Menara Kabupaten Kudus Jateng.

Dandangan yang telah berjalan ratusan tahun tersebut merupakan tradisi untuk penetapan awal pertama puasa, yang kemudian disebut isbat Ramadan yang dilakukan Sunan Kudus.

Setelah dilakukan isbat, maka keputusan 1 Ramadan ditandai dengan tabuh beduk dengan irama cepat, rancak, atau memunculkan suara “dang, dang, dang, dang”, sehingga kemudian dikenal dengan tradisi Dandangan.

Dilansir dari jatengaja.com, setiap tahun tradisi Dandangan tak pernah putus dilaksanakan oleh masyarakat Kudus. Dimulai dengan berziarah ke makam Sunan Kudus, prosesi menabuh beduk, kemudian makan bersama.

Selain aktivitas budaya, Dandangan juga menjadi komoditi ekonomi. Para pedagang kuliner, fesyen, dan lainnya bermunculan, seiring antusiasme masyarakat yang hadir pada acara tabuh beduk tersebut.

Anggota Litbang Yayasan Masjid Menara dan Malam Sunan Kudus, Abdul Jalil, mengatakan, munculnya tradisi Dandangan karena adanya isbat Ramadan yang dilakukan oleh Sunan Kudus.

“Tradisi Dandangan sudah berlangsung sekitar 500 tahun. Jadi, bukan sekadar menyambut datangnya Ramadan, tapi penetapan awal Ramadan,” ujarnya.

Menurut Abdul Jalil, tradisi Dandangan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), sehingga saat ini menjadi peristiwa budaya yang berimplikasi ekonomi.

“Banyak orang yang berdagang, karena antusias masyarakat yang ingin tahu awal Ramadan melalui tradisi Dandangan ini,” papar Jalil.

Hingga saat ini, pihaknya terus melakukan kajian terhadap sejarah Dandangan. Diakui, Dandangan identik dengan tabuh beduk. “Sehingga kebenarannya bersumber dari histori, bukan mitologi,” tandas Jalil. (-)

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS