Simak, Perjalanan Kripto di Indonesia
Jakarta, Jatengaja.com - Kemunculan aset kripto tidak terlepas dari ketidakpercayaan terhadap regulator akibat berbagai krisis ekonomi, seperti krisis moneter 1998 dan krisis subprime mortgage 2008 di Amerika Serikat.
Di Indonesia, aset kripto mulai berkembang sejak 2016-2017 dan awalnya dianggap sebagai instrumen yang tidak diatur.
“Para pelaku kripto awalnya ingin menciptakan ekosistem yang lebih independen dengan teknologi blockchain, di mana pengaturan dilakukan secara desentralisasi oleh komunitasnya sendiri,” kata Direktur Utama PT Sentra Bitwewe Indonesia (Bitwewe), Hamdi Hassyarbaini,
Hamdi Hassyarbaini menjelaskan hal itu saat para ahli membahas peluang dan tantangan integrasi aset kripto ke industri keuangan nasional dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menggali Potensi Kolaborasi Aset Kripto dan Industri Jasa Keuangan di Indonesia” di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.
- BRI Bantu UMKM Berkembang, Ethnic Gendhis Lahirkan Batik Kekinian untuk Anak Muda
- BRI Tak Goyah di Tengah Tantangan, Berkat Komitmen Dukung UMKM
- Solo Gelar Festival Jenang 2025, Sajikan Beragam Makanan Jenang
Acara yang digelar Investortrust.id ini menghadirkan berbagai narasumber, termasuk Direktur Utama PT Sentra Bitwewe Indonesia (Bitwewe), Hamdi Hassyarbaini, dan pengamat kripto, Ibrahim Assuaibi.
Dikatakan, seiring waktu, pemerintah melihat potensi besar dari aset ini dan akhirnya mengeluarkan regulasi melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 99 Tahun 2018 yang menetapkan aset kripto sebagai komoditas yang diperdagangkan di bursa berjangka.
Pajak dan Regulasi Aset Kripto
Salah satu isu yang dibahas dalam FGD ini adalah kebijakan pajak yang diterapkan terhadap aset kripto. Hamdi menyoroti bahwa penerapan pajak atas transaksi kripto sejak 1 Mei 2022 menyebabkan penurunan signifikan dalam volume transaksi.
“Pada tahun 2021, nilai transaksi kripto di Indonesia mencapai Rp859 triliun, tetapi setelah pajak diterapkan, volumenya turun drastis hingga sepertiganya,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa saat ini masih banyak investor Indonesia yang memilih bertransaksi melalui exchange luar negeri untuk menghindari pajak, karena belum ada mekanisme enforcement yang kuat terhadap transaksi di luar negeri. Oleh karena itu, ia menyarankan agar kebijakan pajak diperbaiki agar lebih setara dengan instrumen investasi lain seperti saham.
Potensi Kolaborasi dengan Industri Jasa Keuangan
Hamdi juga menyoroti potensi besar kolaborasi antara industri kripto dan sektor jasa keuangan, seperti perbankan, asuransi, dan sekuritas. Beberapa bank di Singapura sudah mulai menawarkan kripto sebagai produk investasi bagi nasabah prioritas, dan ia berharap bank-bank di Indonesia bisa mengikuti langkah tersebut.
“Asuransi juga bisa masuk ke sektor ini. Saat ini, peraturan mewajibkan exchange untuk mengasuransikan aset kripto yang disimpan, tetapi belum ada perusahaan asuransi yang bersedia melakukannya. Jika OJK memberikan dorongan, perusahaan asuransi mungkin akan mempertimbangkan hal ini,” katanya.
- Simak Jenis-jenis LPG di Indonesia
- Baru Menjabat, Dirjen Migas ESDM Achmad Muchtasyar Dicopot
- Indosat Ooredoo Hutchison Tahun 2024 Mencatat Laba Bersih Rp4.9 Triliun
Selain itu, perusahaan sekuritas juga diharapkan mulai mempertimbangkan kripto sebagai pilihan investasi bagi klien mereka, terutama dengan potensi integrasi kripto ke dalam reksa dana atau ETF berbasis aset digital.
Peluang dan Risiko Aset Kripto
Dalam diskusi yang sama, pengamat kripto Ibrahim Assuaibi menyoroti berbagai aspek positif dan negatif dari industri ini. Ia mengingatkan bahwa Bitcoin mengalami masa keemasan pada 2021 sebelum akhirnya mengalami penurunan drastis akibat regulasi di berbagai negara.
“Tahun 2021 adalah puncak kejayaan Bitcoin, tetapi setelah adanya regulasi ketat di Amerika dan pajak yang diterapkan di Indonesia, banyak investor mengalami kerugian besar. Ini menjadi pelajaran penting tentang volatilitas aset kripto,” ungkap Ibrahim.
Ia juga mengingatkan bahwa maraknya platform trading ilegal di Indonesia telah menimbulkan banyak kasus penipuan dan kerugian bagi investor. “Koordinasi antara pemerintah dan pelaku industri sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang lebih aman dan berkelanjutan,” katanya.
Diskusi ini menyoroti bahwa meskipun aset kripto memiliki tantangan, peluangnya dalam industri jasa keuangan tetap sangat besar. Dengan regulasi yang lebih jelas, pajak yang lebih adil, dan kolaborasi dengan sektor keuangan tradisional, kripto dapat menjadi bagian dari strategi inovasi keuangan yang berkelanjutan di Indonesia.
Dengan aset kripto kini berada di bawah pengawasan OJK, diharapkan kebijakan yang lebih mendukung dan inklusif dapat segera diterapkan. “Yang terpenting adalah memastikan bahwa regulasi yang ada mendukung pertumbuhan industri ini tanpa menghambat inovasi,” tutur Hamdi. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 17 Feb 2025