Membedah Bisnis Garam Rukiah, Penipuan Berkedok Agama

SetyoNt - Selasa, 10 Desember 2024 23:53 WIB
Ilustrasi garam rukiah. (ilustrasi/Ist)

Jakarta, Jatengaja.com - Bisnis garam rukiah saat ini sedang booming banyak diburu masyarakat, karena diklaim dapat menyembuhkan penyakit hingga menjadi jimat tolak bala.

Garam rukiah adalah garam yang telah dibacakan doa-doa atau ayat-ayat Al-Qur'an, terutama ayat-ayat yang berkaitan dengan penyembuhan dan perlindungan dari gangguan makhluk gaib, seperti jin atau sihir.

Penjualan garam rukiah ini laku keras di lokapasar atau marketplace. Bahkan, satu toko penjual garam rukiah dapat mencatat perputaran uang hingga mencapai Rp4,4 miliar per bulan.

Perdagangan garam rukiah disorot karena dianggap sebagai penipuan dengan memanfaatkan sentimen agama di kalangan masyarakat. Hal itu diungkap Malaka Project, platform gerakan yang berupaya mengubah pola pikir warga agar lebih mengutamakan logika, empati dan pandangan ilmiah.

Menurut CEO Malaka Project, Ferry Irwandi menjelaskan bisnis garam rukiah adalah praktik pembodohan nyata yang terjadi di kalangan masyarakat. Pasalnya disnis tersebut hanya mengemas ulang garam krosok menjadi garam yang diyakini mampu menyembuhkan penyakit, melancarkan jodoh, usaha hingga menangkal sihir.

“Garam krosok yang biasa kita beli Rp6.000, bisa dijual hingga Rp150.000 per kemasan dengan label garam rukiah,” ujar Ferry, dikutip dari YouTube pribadinya, Senin, 10 Desember 2024 dilansir dari Trenasia.com.

Lebih lanjut, Ferry mengatakan bisnis garam rukiah kini tengah menjamur di lokapasar. Menurut risetnya, satu toko penjual garam rukiah bisa meraup perputaran uang hingga Rp4,4 miliar per bulan. Ferry mengatakan keuntungan jumbo itu dimungkinkan lantaran harga garam rukiah bisa puluhan kali lipat garam krosok biasa.

Pantauan TrenAsia.com di sejumlah lokapasar, garam rukiah dengan beragam merek dan varian dijual di kisaran Rp30.000 hingga Rp125.000 per kemasan. Penggunaan garam ini bisa dilarutkan dengan air untuk minum, mandi, atau disiramkan di tempat yang dikehendaki.

Beberapa merek garam rukiah tersebut menggunakan foto ulama seperti Syekh Ali Jaber. Ferry mengatakan penggunaan foto ulama tersebut hanya untuk memperkuat citra religius produk mereka.

“Mereka memanfaatkan masyarakat kita yang masih kental sentimen agamanya. Saya yakin mereka pun pasti tidak izin saat mencomot foto ulama seperti Syekh Ali Jaber,” ujar dia.

Malaka Project mengakui bisnis garam rukiah lebih sulit diperangi ketimbang judi online atau investasi bodong lantaran mereka menggunakan agama sebagai “tameng” untuk memasarkan produk.

“Ini bisnis jenius tapi sangat jahat. Ketika khasiat garam tersebut tidak dirasakan konsumen, pelaku tinggal menyalahkan sisi spiritual korban, misal dengan mengatakan bahwa mereka kurang beriman.”

Lebih lanjut, Ferry menyebut pendekatan ini membuat para pelaku lebih sulit dijerat secara hukum. Ini karena mereka bergerak di ranah kepercayaan yang sering kali sulit dibuktikan. Oleh karena itu, pihaknya mendorong semua pihak yang berkepentingan untuk ikut mengedukasi agar penipuan berkedok agama tersebut bisa surut.

Jika terus dibiarkan, dia khawatir praktik bisnis itu bakal berdampak pada ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, janji-janji manis ala garam rukiah mudah memikat mereka yang berharap pada solusi instan. “Kita harus melawan pembodohan yang sudah mengakar. Bukan hanya soal uang, tapi masa depan masyarakat kita,” ucap Ferry.

Ahli kesehatan masyarakat, Dicky Budiman, dalam sebuah kesempatan, mengatakan fenomena mencari solusi dari metode pengobatan alternatif memang menjamur sejak dulu. Hal itu terutama di negara-negara miskin dan berkembang yang memiliki keterbatasan literasi dan akses kesehatan.

“Memang ada manfaat air dicampur garam, antara lain merangsang BAB seperti obat laksatif yang melancarkan BAB. Ini yang dalam kepercayaan sebagian orang membuang banyak racun. Tapi ya tidak sesederhana itu,” kata peneliti dari Universitas Griffith Australia ini.

Selain minim dukungan riset, konsumsi garam berlebihan pada seseorang justru membahayakan ginjal. Bagi yang tadinya tidak punya hipertensi, bisa malah berpotensi memiliki hipertensi. “Atau sebaliknya, yang sudah memiliki tekanan darah tinggi akan meningkat menjadi tinggi sekali,” kata dia.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Zubairi Djoerban, ikut menanggapi ihwal fenomena pengobatan dengan air garam disertai doa. Dari sudut pandang kedokteran, menurut Zubairi, tidak ada satu obat pun yang bisa mengatasi semua jenis penyakit. “Itu sudah sangat standar,” ujarnya, dikutip dari fkui.ac.id.

Zubairi menegaskan setiap penyakit memiliki minimal tiga aspek, yaitu aspek medik, psikologi, dan sosial. Misal, ketika seseorang didiagnosa terkena HIV, secara psikologi dan sosial yang bersangkutan akan terganggu, apakah menjadi stress dan lain sebagainya.

Karena itu, doa amat berfungsi untuk membantu meringankan dan mempercepat pengobatan. “Namun tidak untuk mengobati penyakitnya langsung,” jelas dia. Dari sisi agama, kata dia, Nabi Muhammad SAW juga menyampaikan bahwa urusan kesehatan harus diserahkan ke ahlinya.

Ia menyitir sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Daud nomor Hadis 4586 yang dihasankan Albani. Barang siapa berlagak melakukan pengobatan padahal ia tidak mengetahui ilmu pengobatan maka ia akan dimintai pertanggungjawaban. “Dengan kata lain bahwa air garam dengan bacaan surat Al-Qur’an akan menyembuhkan penyakit adalah tidak benar,” katanya. (-)

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 10 Dec 2024

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS