Implementasi UU P2SK, BPR Seharusnya Dilibatkan sebagai Penyalur KUR

Sulistya - Jumat, 02 Juni 2023 07:08 WIB
OJK KR 3 Jateng-DIY menggelar acara Pertemuan Forum Pemegang Saham Pengendali BPR dan BPRS Jawa Tengah dan DIY di Hotel Gumaya Semarang, Selasa (30/5).

Semarang, Jatengaja.com - Lahirnya Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberikan angin segar bagi pelaku industri jasa keuangan, termasuk BPR. UU P2SK memberikan ruang dan kesempatan kepada pelaku BPR untuk melakukan penguatan dan konsolidasi kelembagaan sehingga eksistensi dan ruang gerak BPR semakin optimal.

Terkait dengan implementasi UU P2SK untuk mendukung pengembangan dan penguatan BPR dan BPRS, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 3 Jateng & DIY menggelar acara Pertemuan Forum Pemegang Saham Pengendali BPR dan BPRS Jawa Tengah dan DIY di Hotel Gumaya Semarang, Selasa (30/5).

Pertemuan yang diselenggarakan untuk membahas peluang dan tantangan industri BPR/S pascapengesahan UU P2SK serta kebijakan penguatan dan konsolidasi BPR/S tersebut dihadiri oleh 270 PSP BPR/S seluruh Jateng & DIY. Hadir dari OJK antara lain Kepala OJK Kantor Regional 3 Jateng-DIY, Sumarjono, Direktur Pengawasan LJK OJK Kantor Regional 3 Jateng-DIY, Heru Prasetio dan pejabat terkait lainnya.

Dalam paparannya di awal acara, Kepala OJK Kantor Regional 3 Jateng-DIY, Sumarjono, mengatakan bahwa pertemuan Forum Komunikasi dan Diskusi diadakan untuk menyamakan persepsi Pemegang Saham Pengendali (PSP) BPR & BPRS dalam memahami kondisi BPR serta sebagai upaya untuk semakin meningkatkan ketahanan kelembagaan BPR.

Agenda kegiatan dilanjutkan dengan Talkshow yang menghadirkan pembicara antara lain Direktur Pengawasan LJK OJK Kantor Regional 3 Jateng-DIY, Heru Prasetio dan PSP BPR Modern Express, Sonny Waplau.

Dalam talkshow tersebut Direktur Pengawasan LJK OJK Kantor Regional 3 Jateng-DIY, Heru Prasetio memberikan paparan mengenai kinerja permodalan dan ketahanan BPR/S Jateng & DIY, isu strategis pengembangan dan peluang BPR/S pasca implementasi UU P2SK, dan pengawasan market conduct sebagai impelentasi UU P2SK. Sonny Waplau selaku PSP Modern Express membagi pengalaman mengenai proses penguatan kelembagaan melalui konsolidasi/merger.

Pada sesi tanya jawab acara talkshow, Pemegang Saham Pengendali (PSP) sekaligus Komisaris Utama BPR Arto Moro, Dr H Subyakto SH MH MM menyoroti kurangnya dukungan pemerintah dalam penguatan pembiayaan BPR. Anggota DPR periode 2009-2014 tersebut menanyakan landasan penunjukan pihak yang menjadi penyalur KUR langsung oleh pemerintah.

“BPR itu kan DNA nya UMKM, soko guru perekonomian rakyat. Tetapi BPR tidak ditunjuk sebagai Penyalur KUR langsung dan justru lembaga pembiayaan atau leasing yang ikut ditunjuk. Saya harap Forum PSP ini juga bisa menghasilkan masukan atau rekomendasi demi penguatan lembaga BPR/S,” kata Subyakto.

Susun Rekomendasi

Menurutnya, pertemuan Forum PSP BPR/S bisa sangat bermanfaat dan strategis untuk menyusun masukan ataupun rekomendasi terkait pengembangan BPR kepada pemerintah. Hal ini karena menurutnya selama ini banyak kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan atau kurang optimal mendukung pertumbuhan BPR/S.

“Saya berharap Pertemuan forum PSP BPR/S tidak hanya sebatas pertemuan untuk kumpul-kumpul saja. Acara ini sangat strategis dan bisa mempunyai kekuatan luar biasa untuk menghasilkan semacam masukan atau rekomendasi yang bisa dijadikan usulan ataupun masukan kepada pemerintah atau stokeholder terkait,” tuturnya.

Menurutnya, BPR/S merupakan ujung tombak dan garda paling depan dalam mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia.

“Penyalur KUR langsung kalau dipilih hanya bank umum saja tentu kurang fair. BPR juga harus diberi ruang untuk menyalurkannya. Tentu yang dipilih adalah BPR yang memenuhi standar yang sudah ditentukan,” ujar Subyakto.

Subyakto menuturkan, bank umum dan BPR mempunyai karakteristik dan pola pembiayaan yang berbeda. Karakteristik pelaku UMKM adalah lebih sesuai dengan pola pembiayaan BPR. Oleh sebab itu, apabila saat ini penyaluran KUR tidak optimal salah satu faktornya adalah karena perbedaan karakteristik bank umum yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan pelaku UMKM.

“Di negara-negara yang industri UMKM-nya maju, seperti China dan Jepang, pemerintah menggandeng dan memberi dukungan lebih kepada bank retail yang melayani industri UMKM atau masyarakat kecil. Akibatnya pembiayaan yang disalurkan menjadi optimal dan tepat sasaran,” ujarnya.

Apabila pemerintah memang serius mendukung BPR/S dan UMKM, maka BPR harusnya diberikan dukungan akses pembiayaan sebagai penyalur langsung KUR kepada UMKM.

“Saat ini BPR BPRS tidak bertindak sebagai penyalur langsung KUR kepada UMKM. BPR BPRS hanya berfungsi sebagai agen dari bank-bank besar yang ditunjuk pemerintah sebagai penyalur KUR. Akibat proses yang berjenjang ini, penyaluran KUR pun menjadi tidak efektif dan berbiaya mahal,” tuturnya. (-)

Editor: Sulistya

RELATED NEWS