Eks Napiter Sebutkan Ciri-Ciri Terorisme Kepada Siswa SMA di Kendal
Kandal, Jatengaja.com – Eks narapidana teroris (Napiter), Machmudi Hariono alias Yusuf secara terbuka menyebutkan ciri-ciri teroris kapada para siswa SMA Muhammadiyah 1 Weleri Kendal.
Menurut eks Napiter yang pernah menjadi anggota jaringan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI), ciri-ciri terorisme antara lain, meninggalkan hal-hal yang bersifat tradisi, misalnya tak memakai pakain batik .
“Karena batik dianggap jauh dari Islam. Dari segi pakaian, mereka cenderung lebih memilih kearab-araban, jubah sebagai simbol orang suci. Pakaian saat akan melakukan pengeboman,” katanya dalam dialog dengan para siswa SMA Muhammadiyah 1 Weleri Kendal, Jumat 20 Mei 2022.
- 4,11 Juta Penduduk Jateng Masih Miskin, Direktur IPS Pertanyakan Kerja Ganjar
- Pemerintah Akan Naikkan Tarif Listrik 3.000 VA
- Pendapatan Agung Podomoro Land (APLN) Melonjak 159,4 Persen pada Kuartal I-2022
- Puan Mulai Dapat Serangan Politik Isu Agama dari Pendukung Ganjar
- Waspada Ada Virus Baru Lagi Namanya Hendra, Ini Penyebab dan Gejalanya
Selain itu, lanjut Yusuf yang pernah dipenjara 10 tahun itu menyebutkan dilihat dari cara mereka hidup bersama di tengah masyarakat. Contohnya tidak mau membuat rekening bank, tidak punya ATM, haram. Makan dari uang pegawai negeri haram.
“Coba tanya, bagaimana pendapatmu tentang pemerintah Indonesia? Wah, itu kafir. Itu termasuk menjadi bagian dari tanda-tanda teroris,” ujarnya.
Dalam acara yang digelar Kesbangpol Jawa Tengah (Jateng), Yusuf jebolan santri Pondok Pesantren Al-Islam milik Amrozi bercerita blak-blakan mengenai seluk beluk jaringan teroris.
Yusuf pernah berjihad di Mindanao Filipina Selatan, sebelum akhirnya ditangkap oleh Densus 88 atas kasus kepemilikian amunisi dan 26 bom rakitan di sebuah rumah di Jalan Taman Sri Rejeki Selatan Kota Semarang, pada 2003 silam.
Jalan gelap itu mengakibatkan Yusuf mendekam di balik jeruji besi Nusakambangan atas vonis 10 tahun dan menjalani hukuman 5,5 tahun.
Sementara, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jateng, Haerudin mengatakan kegiatan ini menjadi bagian dari tugas pencegahan terkait radikalisme terhadap generasi muda utamanya siswa SMA.
Generasi muda, utamanya siswa SMA harus dikenalkan bagaimana ciri-ciri maupun ancaman dari radikalisme tersebut. Agar mereka bisa mengenali apa dan bagaimana radikalisme. “Harapannya generasi muda bisa melawan atau menangkal radikalisme tersebut,” tandasnya.
Menurut Haerudin, para siswa agar bisa mengenali ciri-ciri paham berbau radikalisme, misalnya kajian-kajian agama yang bersifat eksklusif, menjelek-jelekkan kepercayaan orang lain, atau ajakan yang mengandung ancaman kekerasan.
Bila menemukan ciri-ciri seperti itu, maka siswa duntuk tabbayun, meminta penjelasan atau klarifikasi kepada pendamping, baik guru di sekolah maupun orang tuanya.
“Jangan gampang menerima doktrin dari paham-paham yang tidak jelas,” katanya.
Dia menambahkan, sosialisasi tersebut melibatkan eks Napiter agar para siswa bisa mendengarkan penjelasan dari narasumber yang kredibel. “Kami melibatkan narasumber mantan narapidana terorisme dan akademisi,” tandasnya.
Direktur Kreasi Prasasti Perdamaian (Ruangobrol.id), Annisa Triguna dalam kesempatan sama, mengatakan pesatnya perkembangan teknologi internet saat ini memiliki dampak positif dan negatif.
Di satu sisi, teknologi membantu memudahkan kebutuhan aktivitas manusia. Namun, di sisi lain bisa membawa dampak berbahaya, karena remaja bahkan anak-anak setiap saat bisa mengakses internet dengan mudah.
“Kami di komunitas Ruangobrol.id selama ini aktif melakukan riset mengenai berbagai fenomena radikalisme dan terorisme ini. Riset-riset tersebut juga dikemas ke dalam sejumlah film dokumenter. Di antaranya film berjudul ‘Jihad Selfie’, mengisahkan tentang perjalanan seorang pelajar asal Indonesia di Turki yang memutuskan menjadi pejuang ISIS (Islamic State of Iraq and Syria),” katanya. (-)