Kenaikan PPN Akan Pengaruhi Daya Beli Masyarakat

Sulistya - Rabu, 18 Desember 2024 09:45 WIB
Tokoh masyarakat Jateng, Prof Subyakto; Drs Azhar Combo; Prof Agung Putra berfoto bersama setelah mengadakan pertemuan membahas strategi pemulihan ekonomi di Ombak Resto, Gajahmungkur pada Minggu (15/12/2024).

Semarang, Jatengaja.com - Penurunan daya beli masyarakat menjadi salah isu krusial yang tengah dihadapi perekonomian Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya harga barang dan kebutuhan pokok yang tidak terkendali, seiring dengan dampak inflasi yang melanda negara di berbagai belahan bumi akibat ketidakstabilan geopolitik global.
Data BPS mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut pada Mei hingga September 2024. Pada bulan September, Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat turun 0,12% secara bulanan, lebih dalam dibanding dengan deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,03%.

Proyeksi untuk akhir tahun pun menunjukkan potensi deflasi yang berlanjut, sehingga semakin memperburuk ekonomi Indonesia ke depan.
Bahkan beban ekonomi yang dirasakan masyarakat semakin bertambah dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut akan mempengaruhi daya beli masyarakat menengah ke bawah dan menghambat pertumbuhan ekonomi dengan optimal beberapa waktu ke depan.
Melihat situasi ini, sejumlah tokoh Jawa Tengah mengadakan pertemuan informal membicarakan berbagai strategi menumbuhkan kembali ekonomi. Diskusi dimotori Komisaris Utama dan PSP Bank Arto Moro, Prof Dr H Subyakto SH MH MM; Pengusaha sekaligus Ketua Pembina Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) Drs H Azhar Combo; serta Direktur Stem Cell and Cancer Research (SCCR) Indonesia, Prof Dr dr Agung Putra MSi Med, di Ombak Resto, Gajahmungkur pada Minggu, (15/12/2024).
Prof Subyakto sebagai seorang bankir tidak bisa menyembunyikan keprihatinannya ketika berbicara tentang fenomena penurunan daya beli masyarakat Indonesia yang semakin mengkhawatirkan. Menurutnya, kondisi ini menggambarkan ketidakmampuan perekonomian negara dalam memberikan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Kondisi ini sangat memprihatinkan. Penurunan daya beli menjadi indikasi bahwa perekonomian kita belum mampu memberikan kehidupan stabil bagi masyarakat luas, terutama bagi mereka yang berada di lapisan menengah ke bawah," ujar owner BPR Arto Moro tersebut.
Sebagai seorang bankir profesional, Subyakto menegaskan bahwa deflasi yang tercatat dalam beberapa bulan terakhir menjadi catatan negatif yang harus segera diatasi.
"Deflasi ini mencerminkan ketidakseimbangan dan harus segera diatasi. Meski harga barang turun, masyarakat tetap tidak mampu membelinya," katanya.
Di tengah tren penurunan daya beli masyarakat yang kian mengkhawatirkan, kabar tentang kenaikan PPN mulai tahun depan semakin memperburuk keadaan. Kenaikan ini memaksa banyak masyarakat menyesuaikan pola belanja mereka, termasuk memangkas pengeluaran, terutama untuk kebutuhan non-prioritas, dan lebih berhati-hati menentukan pilihan konsumsi sehari-hari.
Sektor-sektor seperti ritel dan rumah makan pun mulai merasakan dampaknya, dengan penurunan jumlah pengunjung dan transaksi. Sementara itu, sektor UMKM yang bergantung pada daya beli lokal semakin terjepit, menghadapi kesulitan untuk mempertahankan harga produk agar tetap terjangkau oleh konsumen.

Pemberdayaan Ekonomi
Subyakto menegaskan bahwa solusi dari permasalahan ini harus melibatkan kebijakan yang lebih berbasis pada pemberdayaan ekonomi lokal untuk mengangkat daya beli masyarakat.
"Jika kita hanya mengandalkan kebijakan makro, tanpa perhatian yang serius terhadap sektor-sektor yang langsung bersentuhan dengan rakyat, maka perekonomian akan sulit pulih," katanya.

Adapun Azhar Combo menganggap UMKM sebagai jantung pertumbuhan ekonomi. Ia mengungkapkan bahwa fokus pada sektor tersebut bisa meningkatkan perputaran uang dan menaikkan daya beli masyarakat.
"Sektor ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Di negara-negara maju, perekonomian mereka dapat berkembang pesat berkat dukungan dari aktivitas UMKM," ujarnya.
Dalam pertemuan itu, para tokoh masyarakat Jateng juga memiliki keresahan yang sama tentang besaran pajak yang dibebankan kepada rakyat sejauh ini. “Pemerintah jangan hanya fokus sedot pajak sana-sini. Perlu juga dipertimbangkan dengan matang mengingat bangsa ini masih tergolong sebagai negara berkembang dan masih banyak rakyat yang tergolong menengah ke bawah,” ungkap Prof Agung.
Dengan pengalaman, kompetensi, dan jaringan yang dimiliki oleh para tokoh yang hadir, mereka semua meyakini bahwa pertemuan ini merupakan platform strategis untuk kemajuan perekonomian Jawa Tengah. Mereka berharap agar silaturahmi dan diskusi lintas sektoral dapat berlangsung lebih sering, sehingga perekonomian Jawa Tengah dapat terus berkembang pesat dan menjadi contoh bagi daerah lain. (-)

Editor: Sulistya
Tags Arto MoroPPN NaikBagikan

RELATED NEWS