Indonesia
Rabu, 02 Februari 2022 16:10 WIB
Penulis:SetyoNt
Editor:SetyoNt
Jakarta, Jatengaja.com – Pinjaman oline (pinjol) ilegal masih bergerak secara masif untuk menjerat masyarakat dengan memberikan kemudahan pinjaman uang, tapi dengan bunga tinggi.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan nilai transaksi pinjol ilegal di Indonesia telah mencapai Rp6 triliun.
Menurut Kepala PPATK Ivan Yustiavandana angka transaksi itu mencerminkan bahwa sistem pinjaman online ilegal di Tanah Air terbilang cukup masi sehingga mampu menarik minat masyarakat.
“Berdasarkan hasil analisis dan pemeriksaan yang PPATK lakukan, angka yang PPATK temukan sudah menjadi Rp6 triliun. Jadi memang sudah masif sekali,” ujar Ivan dalam rapat Komisi III DPR RI yang berlangsung Senin, 31 Januari 2022
Menurut Ivan, pinjol ilegal di Indonesia dijalankan secara sistematis oleh segelintir orang. Satu atau dua orang saja sudah bisa membuka beberapa pinjol dan menjebak masyarakat untuk mendapatkan dana pinjaman ilegal. Bahkan, transaksi yang bisa terjadi dari dalam dan luar negeri itu bisa juga berasal dari tindak pidana.
“Transaksi bisa dari luar dan dalam negeri, transaksi juga bisa berasal dari tindak pidana. Transaksi yang berasal dari nasabah, kita bisa nyatakan ada unsur pemeresan yang kemudian melahirkan tindak pidana pencucian uang,” papar Ivan.
Untuk mengawasi dan mencegah terjadinya transaksi pinjol ilegal yang dapat berujung kepada pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), PPATK untuk bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“PPATK juga terus melakukan upaya bagaimana ini bisa dicegah,” kata Ivan.
Pinjol sebagai platform transaksi keuangan yang bekerja dalam ekosistem digital, membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk tindak pidana pencucian uang.
Ivan pun mengatakan, segala bentuk transaksi yang didukung oleh perkembangan teknologi harus diantisipasi. Pasalnya, seiring dengan inovasi keuangan yang terus berkembang, metode pencucian uang pun akan semakin bertambah.
“PPATK memahami bahwa sekarang kita tidak lagi masuk dalam era money laundering 4.0 tapi lebih kepada money laundering 5.0," kata Ivan.
Selain memberikan pengawasan dan pencegahan transaksi keuangan ilegal di platform pinjol, PPATK juga memantau transaksi NFT dan aset kripto.
"Penggunaan tekonologi seperti seperti virtual currency, blockchain atau distributed ledger technology atau DLT, peer to peer lending, non-fungible token atau yang terkenal dengan NFT dan sebagainya telah memberikan tantangan yang sepenuhnya baru bagi kita dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang," kata Ivan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 02 Feb 2022
Bagikan
ojk
8 bulan yang lalu