Sabtu, 02 November 2024 06:39 WIB
Penulis:Sulistya
Editor:Sulistya
Jakarta, Jatengaja.com - Pada konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) yang diselenggarakan Jumat (1/1½024), Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, menguraikan tindakan OJK terhadap platform fintech Investree.
Platfrom yang mengalami sejumlah masalah dalam operasionalnya hingga izinnya dicabut pada 21 Oktober 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin memperketat pengawasan terhadap pelaku usaha fintech peer-to-peer (P2P) lending, terutama dalam hal perlindungan konsumen.
Friderica menjelaskan bahwa OJK menerima sekitar 561 pengaduan terkait Investree.
"Jumlah pengaduan Investree ini sekitar 3% dari total pengaduan terkait fintech secara keseluruhan," kata Friderica.
Ia menambahkan, tingginya angka pengaduan ini cukup signifikan dan menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam tata kelola pengaduan yang dilakukan oleh Investree.
Menurut Friderica, tiga masalah utama yang diadukan oleh konsumen terhadap Investree meliputi:
“OJK sudah mengeluarkan surat peringatan tertulis kepada Investree karena lambat dalam menanggapi pengaduan konsumen,” ujar Friderica.
Menanggapi peningkatan jumlah keluhan dan respons Investree yang dianggap lambat, OJK mengambil langkah lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan khusus terhadap Investree.
Friderica menyatakan bahwa pihaknya telah memulai proses penyelidikan, termasuk pemanggilan saksi dan verifikasi data guna memastikan fakta material terkait pengaduan konsumen.
"Selain itu, izin usaha Investree juga telah dicabut oleh pihak terkait di OJK," jelas Friderica.
Pencabutan izin usaha ini menjadi langkah tegas dari OJK dalam mengawal perlindungan konsumen di sektor fintech. Dengan pencabutan izin ini, OJK mewajibkan Investree untuk memenuhi kewajiban mereka kepada para lender (pemberi pinjaman) dan borrower (peminjam) sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami meminta Investree untuk menyelesaikan hak dan kewajibannya kepada lender dan borrower, serta memberikan informasi yang jelas mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban ini,” tegas Friderica.
OJK juga mewajibkan Investree untuk membuka pusat informasi dan pengaduan khusus guna menangani keluhan konsumen dan menunjuk penanggung jawab yang akan menangani pengaduan-pengaduan tersebut.
Di sisi lain, OJK juga terus memperkuat kerja sama dengan pelaku industri fintech dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat.
Friderica menyoroti pentingnya sinergi antara OJK, pemerintah, dan Bank Indonesia dalam mendukung ekonomi yang inklusif.
“OJK melakukan kolaborasi dengan berbagai stakeholder, terutama dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan sesuai amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK),” katanya.
OJK juga berperan aktif dalam mendorong pelaku jasa keuangan untuk terlibat dalam program literasi keuangan. Salah satu bentuk sinergi yang dilakukan adalah melalui Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan), yang merupakan inisiatif OJK bersama stakeholder untuk meningkatkan pemahaman keuangan di masyarakat.
"Kegiatan Gencarkan melibatkan pelaku fintech baik secara offline maupun online, dan sudah diikuti oleh sekitar 165.000 peserta dari seluruh Indonesia,” ungkap Friderica.
Untuk mendukung upaya literasi keuangan yang berkelanjutan, OJK bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam menyusun modul fintech sebagai bagian dari sistem pembelajaran di situs learning management system (LMS) OJK, yakni di lmskojk.co.id.
Friderica menjelaskan bahwa modul ini bertujuan untuk memberikan edukasi keuangan yang terstruktur dan mudah diakses oleh masyarakat.
"Bersama AFPI, kami menyelenggarakan kegiatan edukasi baik secara offline, online, maupun hybrid di berbagai segmen masyarakat dan wilayah di Indonesia," ujar Friderica.
OJK juga berupaya mengintegrasikan modul fintech ini dengan modul lainnya di sektor perbankan, pasar modal, dan asuransi agar tercipta ekosistem literasi keuangan yang komprehensif.
Friderica menekankan pentingnya perlindungan konsumen dan literasi keuangan sebagai pilar utama dalam pengawasan industri keuangan, terutama di era digital. Menurutnya, dengan semakin banyaknya inovasi di sektor fintech, edukasi dan perlindungan konsumen menjadi aspek yang harus diprioritaskan.
“Kami akan terus memperkuat sinergi dengan pelaku fintech agar mereka tidak hanya fokus pada pertumbuhan bisnis, tetapi juga pada perlindungan konsumen dan peningkatan literasi keuangan masyarakat,” ujarnya. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 02 Nov 2024
Bagikan