PPRK dan APTI Sepakat Tolak RUU Kesehatan yang Sejajarkan Tembakau dengan Narkoba

Sulistya - Senin, 01 Mei 2023 21:28 WIB
FSP RTMM SPSI memberikan santunan untuk 23 anak dari berbagai wilayah saat peringatan May Day di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (1 Mei 2023)

Semarang, Jatengaja.com – Penolakan RUU Kesehatan tentang Pengamanan Zat Adiktif yang mengelompokkan dan menyetarakan produk tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol terus bergulir.

Setelah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menolak, dukungan serupa diberikan Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), serta Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).

Ketua PPRK, Agus Sarjono menyatakan, pekerja pada sektor industri rokok bukanlah objek, tetapi mitra strategis PPRK.

“Kami ada karena panjenengan semua. Kami berusaha menjaga keberlangusngan sawah ladang jenengan semua untuk tetap memberi tumpuan harapan. Di saat krisis 1998, 2007, 2020, di sektor lain ada pengurangan kerja, tapi di sektor rokok tidak mengurangi karwayan. Kami ‘ngakali’ masuk bergantian yang penting pekerja masih bisa bekerja. Industri rokok selalu dibuli, di kuyo kuyo, tak hanya produknya tapi masalah internalnya terus dirongrong,” katanya saat sambutan pada Peringatan Acara Hari Buruh Sedunia (May Day) yang diadakan FSP RTMM SPSI di Hotel Kencana Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (1 Mei 2023).

Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), serta Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendukung penolakan RUU Kesehatan yang menyejajarkan tembakau dengan narkoba.

Agus Sarjono menuturkan, momok bagi industri rokok adalah kenaikan cukai. Dikatakan, lucunya, kenaikan cukai saat ini, suah ditetapkan pada 2022 lalu naik untuk 2 tahun ke depan, yaitu 2023 dan 2024.

“Hal-hal seperti itu mereka gak kurang akal, selalu mengganggu industri rokok. Belum habis keringat kami memperjuangkan menolak revisi PP 109, industri rokok akan dikerdilkan, tak boleh jualan rokok ketengan, membuat rokok gak bisa untuk merek, karena 90 persennya adalah peringatan. Terkahir muncul lagi tembakau sejajar narkoba. Hukum tetap hukum, bahwa rokok paling mentok adalah makruh, kami justru menganggapnya mubah, tapi kalau narkoba kan haram,” ujarnya.

Agus mengaku khawatir suatu saat narkoba pelan-pelan akan jadi makruh, indikasinya saat ini adalah penjahat narkoba tak dipernjara tapi dibina atau direhbilitasi.

“Jangan jangan nanti produknya di mubahkan. Jadi tetep, kami sepakat bersama jenengan semua menolak RUU tentang Kesehatan. Mudah-mudahan bisa terjadi. Pengampu negara memiliki kesadaran kolektif, komitmen tentang kedaulatan berusaha, dan kedaulatan kretek di Indonesia,” katanya

Adapun Ketua APTI, Agus Parmuji menjelaskan, pekerja buruh yang tergabung di RTMM ini adalah tiang atau cagak ekonomi negara. Kalo buruh hancur, negara akan ambruk. Ketika ekonomi pekerja ambruk, ekonomi negara rontok.

Pekerja di industri rokok itu tak hanya jenengan tapi banyak lainnya. Tahun 2022 lalu kami 1500 petani tembakau menolak cukai kenaikan di Jakarta. Tapi ya tetep jalan terus. Cukai 2023 naik 1 persen, harapannya dana bagi hasil cukai tembakau kemungkinan ada porsi yang dialokasikan untuk pekerja, hak pekerja naik. Harapannya, jangan sampai alokasi di sektor pekerja ini untuk pengalihan pekerjaan, tapi digunakan untuk penambahan ekonomi bagi pekerja di industri hasil tembakau. Karena ini hak buruh di industri rokok,” ujarnya.

Jangan Sampai Diundangkan

Dikatakan, adanya regulasi yang menghimpit, yaitu UU No 36 tahun 2009, kemudian PP 109 adalah awal dari rontoknya pabrik rokok yang berdampak pada rontoknya sektor pekerja. Hampir 50 persen pabrik tak beroperasi.

“Kami sepakat RUU 154 yg menyamakan tembakau dengan narkontika harus ditolak. Jangan sampai ini pengalaman kedua, harus ditolak. Jangan sampai ini diundangkan. Kesepakatan ini tonggak dari kita menolak RUU tersebut. Sebelum kita melangkah lebih jauh, kita perlu audeinsi dengan Ketua DPR RI, Ketua Pansus, karena posisi RUU ini di parlemen. Ini momentum yang tepat, kita bisa memberi masukan dan warning pada mereka. Kalau mereka tak mendukung kita, ya mereka ga usah kita pilih,” tutur Agus disambut tepuk tangan meriah peserta.

Dia berharap, pada Hari Raya Buruh ini menjadi pondasi keadilan masyarakat di Indonesia, khususnya buruh dan petani di sektor tembakau.

“Jangan sampai Juli atau Agustus nanti RUU itu ditanda tangani oleh presiden. Pengalaman bagi petani tembakau, jangan sampai salah pilih, jangan sampai salah coblos. Ini kejahatan aturan, ini kejahatan regulasi, makanya kejahatan ini harus kita gagalkan, kalo petani dan buruh bersatu, bismillah,” tuturnya.

Menurutnya, tembakau bukan ganja, tembakau bukan narkoba. Tapi tembakau merupakan pondasi yang memberi manfaat untuk rakyat. Hasil tangan dingin tembakau mampu menyetor Rp 204 triliun untuk negara.

“Apakah mau diubah? Pemerintah gelem duite tapi ora gelem masalahe. Mari bersama sama satukan tangan, tembakau sebegai sumber kehidupan petani, hasil olahan tembakau juga sawah ladang bagi buruh di industri rokok,” ujarnya. (-)

Editor: Sulistya

RELATED NEWS