Potensi Kerugian Ekonomi Banjir Bandang Sumetara Tembus Rp68 Triliun
Jakarta, Jatengaja.com - Center of Economic and Law Studies (Celios) menganalisis banjir yang melanda sejumlah provinsi di Sumatra berpotensi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp68,67 triliun atau setara 0,29% sebagai akibat dari bencana tersebut.
Celios menekankan dampak banjir bukan hanya bersifat regional, melainkan nasional karena aliran barang konsumsi dan kebutuhan industri turut melemah, karena Sumatra Utara adalah salah satu pusat industri nasional di Pulau Sumatra.
“Ketika satu daerah terjadi bencana hingga memutuskan transportasi, dampak bukan hanya di provinsi tersebut, namun secara nasional juga mengalami dampak negatif,” ujar Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira dalam pernyataan resminya, Senin, 1 Desember 2025 dilansir dari Trenasia.id.
- Gubernur Jateng Kirimkan Bantuan Kemunisaan Korban Bencana di Sumatera Senilai Rp1,3 Miliar
- Jateng Surplus Padi, Ahmad Luthfi Diganjar Penghargaan Sebagai Kepala Daerah Swasembada Pangan
- Polda Jateng Sebut Selama Operasi Zebra Candi 2025 Terjadi 44.686 Pelanggaran Lalu Lintas
- Ahmad Luthfi Lepas Ekspor Produk UMKM Asal Jateng Senilai Rp10,1 Miliar
- Sejumlah Ivestor Malaysia dan China Bakal Tanamkan Investasi di Jateng Senilai Rp62,3 Triliun
Dari sisi regional, imbuh Bhima, perekonomian Provinsi Aceh diperkirakan merugi hingga Rp2,04 triliun, Sumatra Utara Rp2,07 triliun, dan Sumatra Barat sebesar Rp2,01 triliun.
Perhitungan kerugian tersebut didasarkan pada sejumlah asumsi. Pertama, kerusakan rumah dengan nilai Rp30 juta per unit. Kedua, kerusakan jembatan dengan biaya rekonstruksi Rp1 miliar per jembatan.
Ketiga, hilangnya pendapatan keluarga berdasarkan rata-rata pendapatan harian per provinsi dikalikan 20 hari kerja. Keempat, kerusakan lahan sawah dengan kerugian Rp6.500 per kg dengan asumsi hasil 7 ton per hektare. Kelima, biaya perbaikan jalan Rp100 juta per 1.000 meter.
"Ketika terjadi bencana alam, maka akan memutus jalur distribusi dan menyebabkan perdagangan melemah. Selain itu, Konsumsi masyarakat juga mengalami pelemahan karena tidak ada penghasilan selama periode bencana," jelas Bhima.
Pihaknya menambahkan, bencana ekologis ini dipicu oleh konversi lahan akibat deforestasi untuk perkebunan sawit dan pertambangan. Ia menyatakan kontribusi dari sektor tambang dan sawit bagi Provinsi Aceh tidak sepadan dengan kerugian akibat bencana yang ditimbulkan.
"Aceh merugi Rp2,04 triliun, lebih besar dibanding PNBP tambang Aceh Rp929 miliar hingga 31 Agustus 2025," tegas Bhima. Oleh karena itu, Celios mendesak pemberlakuan moratorium izin tambang dan ekspansi perkebunan sawit.
Sementara, Pengamat asuransi yang juga Arbitrer di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Irvan Rahadjo, memperingatkan dampak bencana ini bukan sekadar kerusakan fisik. Ia menyoroti tingginya tingkat kegagalan usaha pascabencana di Indonesia yang sangat mengkhawatirkan bagi stabilitas ekonomi nasional dan ketahanan sektor riil.
“Pemulihanya lambat, sekitar 40% UMKM tidak mampu bangkit kembali setelah bencana, dan 25% lainnya membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk pulih, menunjukkan kerentanan sistemik yang serius,” ujar Irvan Rahadjo kepada TrenAsia.
Kekhawatiran itu beralasan karena banjir meluas ke 16 wilayah termasuk Aceh Timur, Langsa, dan Tamiang. Data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Aceh memiliki 424.000 UMKM. Sektor pertanian dan perdagangan di wilayah terdampak parah ini kini terancam lumpuh total akibat genangan air.
Kondisi serupa terjadi di Sumatra Utara yang basis ekonomi terbesar dengan 1,1 juta UMKM, menurut data BPS tahun 2023. Dengan begitu, banjir yang merendam pusat bisnis vital di Medan dan Deli Serdang menempatkan jutaan pelaku usaha ini di garis depan risiko kerugian total (total loss).
- Lewat Pandu Cinta, Kader PKK di Jateng Didorong Cegah Perkawinan Anak
- KB Qurrota A’yun Banjarnegara Juara Lomba Video Mars JSIT
- Diusulkan Penerbangan Langsung Semarang-Fuzhou
Irvan menyebut dampak banjir ke depan tidak bisa dianggap enteng, karena guncangan ekonomi nasional berpotensi sangat besar dan signifikan. Mengingat UMKM menyumbang sekitar 61% PDB nasional, ketiadaan asuransi membuat sektor ini sangat rentan.
Tanpa adanya jaring pengaman asuransi, guncangan di level daerah seperti Aceh dan Sumut akan merambat cepat menjadi gangguan ekonomi nasional. Irvan menilai kondisi ini bisa berbahaya karena menghambat pemulihan pasca bencana, yang akan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi makro. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Chrisna Chanis Cara pada 01 Dec 2025
