Pemerintah Diminta Tegas Terkait Regulasi Pinjol

Sulistya - Selasa, 13 Juni 2023 07:55 WIB
Subyakto Komisaris Utama sekaligus Pemegang Saham Pengendali (PSP) BPR Arto Moro.

Semarang, Jatengaja.com - Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional setelah terdampak pandemi Covid-19.

Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, jumlah UMKM di Indonesia sudah mencapai 99 persen dari keseluruhan unit usaha, dengan kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 60,5 persen dan terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 96,9 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional.

Penyaluran kredit perbankan kepada UMKM hingga akhir 2022 sebesar Rp1.351,25 triliun, meningkat 10,45% dibandingkan setahun sebelumnya yang sebesar Rp1.223,43 triliun.

Peluang pengembangan UMKM di masa pemulihan saat ini perlu mendapatkan dukungan pembiayaan. Presiden Jokowi sendiri telah menginstruksikan kepada perbankan untuk menyalurkan kredit minimal sebesar 30% dari total portofolio kredit kepada UMKM.

Salah satu pelaku industri perbankan yang concern mendukung pembiayaan kepada UMKM adalah BPR Arto Moro. Untuk mendukung pembiayaan kepada UMKM, BPR Arto Moro telah bekerjasama dengan beberapa bank besar di tanah air.

Komisaris Utama sekaligus Pemegang Saham Pengendali (PSP) BPR Arto Moro, Dr H Subyakto SH MH MM mengatakan, kemudahan akses pembiayaan UMKM merupakan faktor penting dalam kebangkitan ekonomi Indonesia pasca Pandemi Covid-19.

“Dukungan dan kemudahan pembiayaan kepada UMKM adalah hal yang terpenting. Tanpa akses yang mudah, UMKM dan masyarakat akan terjerumus kepada pembiayaan yang tidak jelas dan tidak bertanggung jawab. Banyak layanan pinjaman online yang saat ini begitu mudahnya memberikan pinjaman tetapi justru pada akhirnya memberatkan dan membebani masyarakat,” kata Subyakto.

Anggota DPR RI periode 2009-2014 yang juga merupakan anggota Pansus RUU OJK tersebut mengatakan, maraknya pemberitaan akhir-akhir ini mengenai ekses atau akibat negatif dari Pinjol seharusnya menjadi warning bagi semua pemangku kepentingan.

Kemunculan lembaga pembiayaan tanpa melalui proses kajian mendalam dan pertimbangn seksama mengenai manfaat dan dampaknya bagi masyarakat telah terbukti menjadi sebuah blunder yang sangat merugikan dan menimbulkan polemik di masyarakat.

“Fenomen pinjol yang meresahkan ini bila ditarik ke belakang adalah cerminan dari pembuatan peraturan yang kurang memperhatikan aspek sosiologis dan filosofis masyarakat. Tentu setiap pembuatan peraturan harus didahului dengan naskah akademis dan penghimpunan aspirasi serta masukan masyarakat. Peraturan mengenai keberadaan Pinjol ini saya kira mengabaikan aspek sosiologi dan fungsi kebermanfaatan bagi masyarakat,” katanya.

Ancaman Masyarakat

Subyakto menuturkan, keberadaan Pinjol bukanlah menjadi ancaman bagi industri perbankan nasional. Keberadaan pinjol justru menjadi ancaman bagi masyarakat. Hal ini karena menurutnya Pinjol memberlakukan bunga pinjaman yang lebih tinggi dari bank, pinjaman tanpa jaminan, dan persetujuan terhadap akses data pribadi sebagai prasyarat pinjaman.

“Salah satu alasan filosofis kelahiran UU Perbankan yang di dalamnya juga mengatur mengenai BPR adalah untuk memberantas praktek rentenir atau lintah darat. Ironisnya, atas nama kemajuan teknologi, rentenir yang sudah dilarang tersebut justru dihidupkan kembali dalam bentuk digital dengan wajah Pinjol. Ini kan tidak betul,” tuturnya.

Selain ketiadaan aturan jelas mengenai suku bunga, denda keterlambatan, mekanisme penagihan dan perlindungan data pribadi nasabah, Subyakto juga menyoroti mengenai asal dana yang disalurkan untuk pinjaman online. Menurutnya, ketidakjelasan dan tidak transparannya sumber dana membuka peluang praktek-praktek pencucian uang dalam bisnis pinjaman online.

“Kalau perbankan kan lembaga intermediasi, jelas sumber dananya. La ini pinjol kita tidak tahu darimana dananya. Jangan sampai menjadi lahan money laundring yang jelas-jelas merupakan kejahatan dan musuh bersama. Rentenir saja masih jelas orangnya. Pinjol ini tidak jelas semuanya. Dimana kantornya, darimana pemodalnya, siapa pengurusnya. Pengelolaan pinjol sebaiknya mencontoh kartu kredit, sama-sama tidak ada jaminan tetapi bisa berjalan dengan aman,” ujarnya.

Dia berharap kejadian-kejadian meresahkan yang sangat berdampak terhadap kehidupan sosial dan keamanan warga akibat praktek-praktek pinjaman online tidak lagi berkepanjangan. Negara harus hadir memberikan perlindungan, jaminan, kepastian hukum bagi warga dengan tidak membuka ruang untuk praktek-praktek tidak benar yang berlindung dibalik tidak tegas dan tidak jelasnya peraturan.

Subyakto meminta semua pihak dan semua pemangku kepentingan, termasuk DPR dan OJK, untuk merumuskan aturan yang jelas dan baku serta memberikan literasi yang memadai kepada masyarakat mengenai financial technology sehingga persoalan hukum dan persoalan sosial akibat pinjaman online seperti yang sekarang terjadi tidak terulang kembali.

“Ini menyangkut hajat hidup dan keselamatan masyarakat selaku warga negara. Untuk itu negara harus hadir memastikan adanya perlindungan dan terpenuhinya hak-hak dasar kepada masyarakat,” tuturnya. (-)

Editor: Sulistya

RELATED NEWS