Menuju Net Zero Emission, Transisi Energi Mendesak
Jakarta, Jatengaja.com – Anggota Komisi XII DPR RI, Dr H Muh Haris MSi mendukung pencapaian net zero emission pada tahun 2060. Haris menyoroti pentingnya transisi energi sebagai agenda nasional yang mendesak.
Sebagai bagian dari komitmen global terhadap mitigasi perubahan iklim, transisi energi di Indonesia harus mencakup peralihan dari energi fosil menuju energi baru terbarukan, dengan Pertamina sebagai salah satu aktor utama dalam merealisasikan visi tersebut.
Pertamina, sebagai perusahaan energi nasional, telah menjalankan berbagai program strategis untuk mendukung agenda transisi energi. Langkah-langkah ini mencakup peningkatan kapasitas energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), pengembangan ekosistem kendaraan listrik, serta inovasi dalam teknologi penyimpanan energi.
- Pinjaman Meroket, Kredit Macet Pinjaman Online Juga Bertambah
- Untung Rugi Suntik Mati PLTU
- Dukung UMKM Binaan Go Global, BRI Peduli Sediakan Pelatihan Ekspor Intensif
“Pertamina berkomitmen kuat dalam mendorong transisi energi yang berkelanjutan. Dengan delapan pilar strategis yang mencakup bioenergi, pengembangan hidrogen, serta Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), saya yakin Pertamina mampu mengambil peran penting dalam mencapai ketahanan energi nasional yang lebih bersih,” katanya.
Menurut Muh Haris, peluang untuk mencapai transisi energi yang sukses didukung oleh beberapa faktor, di antaranya komitmen pemerintah melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) yang menyediakan pendanaan hingga USD 20 miliar untuk mendukung proyek energi bersih di Indonesia.
Selain itu, pemerintah Indonesia menargetkan 23% energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada tahun 2025, serta penurunan emisi hingga 29% pada tahun 2030.
"Dukungan kebijakan dan insentif yang tepat dari pemerintah sangat krusial agar transisi ini berjalan dengan efektif. Kami di DPR RI juga berkomitmen untuk memperjuangkan regulasi yang berpihak pada pembangunan energi terbarukan dan mengawasi implementasinya agar berjalan transparan dan akuntabel," ujarnya.
Tantangan
Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah I juga mengakui bahwa Pertamina menghadapi tantangan besar dalam menjalankan agenda transisi energi.
Ketergantungan pada minyak dan gas bumi yang masih menjadi sumber pendapatan utama perusahaan memerlukan penyesuaian model bisnis yang signifikan. Selain itu, proyek energi baru seperti PLTS dan CCUS membutuhkan investasi yang tinggi dan kesiapan infrastruktur yang memadai.
“Tantangan biaya investasi yang besar dan kompleksitas teknologi untuk energi terbarukan, terutama dalam infrastruktur seperti PLTS, menjadi hambatan. Namun, dengan sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan dukungan dari masyarakat, saya yakin Pertamina dapat mengatasinya dengan baik,” ujar Muh Haris.
- Menko Airlangga Tegaskan Pemerintah Tak Akan Bantu Lunasi Utang Sritex
- BPBD Jateng Sebut 104.332 Hektare Daerah Rawan Banjir dan 1,02 Juta Hektare Rawan Longsor
- Industri Semen Domestik Belum Menunjukkan Perbaikan Signifikan
Sebagai wakil rakyat yang memiliki tanggung jawab mengawasi sektor energi, Muh Haris menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, DPR, dan perusahaan energi untuk mendorong transisi energi yang inklusif dan berkelanjutan.
Ia berharap bahwa dukungan pendanaan internasional dan kebijakan nasional dapat diimplementasikan secara optimal agar Pertamina dan Indonesia secara keseluruhan dapat menjadi pionir dalam transisi energi di Asia Tenggara.
“Kami di Komisi XII DPR RI akan terus mendorong program transisi energi dan memantau pelaksanaannya agar berjalan sesuai tujuan. Transisi energi adalah peluang untuk memperkuat kemandirian energi kita sekaligus berkontribusi pada upaya global mengurangi emisi karbon. Pertamina harus memanfaatkan peluang ini sebaik mungkin demi masa depan Indonesia yang lebih hijau,” tuturnya. (-)