Konsumsi RT dan Ekspor Luar Negeri Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jateng Triwulan II 2022

SetyoNt - Selasa, 09 Agustus 2022 20:54 WIB
Kepala Kantor Perwakilan BI Jateng, Rahmat Dwisaputra Prediksikan Ekonomi 2024 Tumbuh Antara 4,7-5,5 Persen (Jatengaja.com/Istimewa)

Semarang, Jatengaja.com - Perekonomian Jawa Tengah (Jateng) pada triwulan II 2022 tumbuh 5,66% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,12% (yoy) dan lebih baik dibandingkan perekonomian nasional (5,44%; yoy).

Berdasarkan sisi pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi Jateng berasal dari konsumsi rumah tangga (RT) dan ekspor luar negeri.

Dari sisi lapangan usaha, sumber pertumbuhan terbesar PDRB Jateng berasal dari ekspor luar negeri transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta pertanian.

”Konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri merupakan sumber pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2022, sementara konsumsi pemerintah dan investasi masih terkontraksi,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jateng, Rahmat Dwi Saputra, Selasa (9/8).

Menurutnya, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 6,14% (yoy) dan memberikan andil sebesar 3,62%. Perbaikan konsumsi rumah tangga seiring dengan peningkatan konsumsi pada periode bulan puasa dan Idul Fitri, liburan sekolah, dan peningkatan mobilitas masyarakat paska pelonggaran PPKM.

Selain itu, sejumlah kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia seperti relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), loan to value (LTV) properti dan kendaraan bermotor, serta Insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), juga turut menjaga perbaikan konsumsi.

Sedangkan untuk ekspor luar negeri tumbuh sebesar 35,01% (yoy), didorong oleh peningkatan ekspor migas sebesar 136,05% (yoy).

Untuk ekspor non migas di Jateng tumbuh sebesar 22,94% (yoy) termoderasi dibandingkan triwulan sebelumnya (30,37%; yoy).

”Moderasi ekspor non migas disebabkan oleh penurunan ekspor produk kayu dan furnitur akibat kendala sertifikat ecolabel Forest Stewardship Council (FSC), dan penurunan permintaan negara mitra dagang terutama Amerika Serikat,” ujarnya.

Selanjutnya, konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi 3,55% (yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya sebesar -1,16% (yoy).

Hal tersebut disebabkan penurunan belanja barang dan jasa sebagai dampak penyesuaian kontrak pengadaan barang dan jasa akibat kenaikan PPN 11%, serta keterbatasan ketersediaan barang pada e-catalog.

Kinerja investasi juga terkontraksi 0,66% lebih dalam dibanding triwulan sebelumnya (-0,24%; yoy). Dari sisi domestik, kontraksi investasi disebabkan oleh penundaan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) diantaranya akibat perubahan desain, serta penerbitan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

”Dari sisi eksternal, investor cenderung wait and see akibat ketidakpastian kondisi global paska normalisasi suku bunga kebijakan bank sentral Amerika Serikat,” kata Dwi. (-)

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS