Dampak Deforestasi dalam Kebijakan Ketahanan Pangan dan Energi
Jakarta, Jatengaja.com – Anggota Komisi XII DPR RI yang membidangi energi, lingkungan, dan investasi, Muh Haris, memberikan tanggapannya terkait rencana pemerintah untuk mengalihfungsikan 20 juta hektare lahan hutan menjadi kawasan untuk ketahanan pangan, energi, dan air.
Kebijakan ini dinilai dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan bijaksana.
Muh Haris mengapresiasi upaya pemerintah dalam mendorong ketahanan pangan, energi, dan air sebagai bagian dari Asta Cita.
Namun, ia mengingatkan bahwa alih fungsi hutan secara masif dapat memicu ancaman serius terhadap ekosistem, stok karbon, dan keanekaragaman hayati.
“Kami memahami pentingnya ketahanan pangan dan energi, tetapi jangan sampai upaya tersebut mengorbankan hutan kita. Deforestasi yang tidak terkendali akan mengurangi stok karbon, meningkatkan emisi karbon ke atmosfer, dan mengancam keanekaragaman hayati yang ada di kawasan hutan,” ujar Muh Haris.
- Pengembang Properti Optimistis Dukung Program 3 Juta Rumah
- Belum Ditemukan Kasus HMPV di Jateng, Kepala Dinkes Meminta Warga Tetap Waspada
- Polda Jateng Gagalkan Upaya Penyeledupan 13,92 Kg Sabu dan 10.300 Butir Ekstasi di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
Merujuk pada pernyataan Guru Besar IPB University, Herry Purnomo, Muh Haris menegaskan bahwa alih fungsi hutan menjadi kawasan pertanian monokultur dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Hutan memiliki peran penting dalam menyediakan habitat bagi flora dan fauna, termasuk spesies yang terancam punah seperti orangutan. Kehilangan keanekaragaman hayati ini, menurut Muh Haris, akan berdampak pada fungsi ekologis, seperti penyerbukan alami dan pengendalian hama.
“Selain dampak pada biodiversitas, deforestasi juga dapat mengurangi kemampuan tanah dalam menahan air, yang pada akhirnya meningkatkan risiko banjir dan degradasi lingkungan,” katanya.
Potensi Kerugian
Ia juga menggarisbawahi potensi kerugian pada sektor pertanian akibat perubahan iklim yang dipicu oleh deforestasi. “Kenaikan suhu global sebagai dampak deforestasi justru akan merugikan produktivitas pertanian. Dalam jangka panjang, hal ini bisa memicu gagal panen dan mengancam ketahanan pangan yang ingin dicapai,” kata politisi Fraksi PKS tersebut.
Sebagai alternatif, Muh Haris mendukung solusi intensifikasi pertanian dibandingkan ekstensifikasi lahan. “Pemerintah perlu mengadopsi pendekatan intensifikasi dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah ada, bukan membuka hutan baru yang akan merusak lingkungan,” tuturnya.
Ia juga menyoroti pentingnya memanfaatkan potensi wilayah perairan Indonesia untuk mendukung ketahanan pangan.
“Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki sumber daya laut yang melimpah. Kita harus memaksimalkan potensi ini sebagai solusi berkelanjutan tanpa merusak ekosistem daratan,” ujarnya.
Muh Haris turut mempertanyakan ketersediaan lahan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 51 Tahun 2016. Dengan luas lahan HPK yang saat ini hanya mencapai 12,7 juta hektare, ia menilai bahwa target 20 juta hektare masih menyisakan celah sebesar 7,3 juta hektare.
- Jelang Pergantian Tahun Baru, 3.069 Personil Jajaran Polda Jateng Naik Pangkat
- Tarif PPN 12 Persen Resmi Berlaku 1 Januari 2025, Pemerintah Berikan Stimulus Ekonomi Rp38,6 Triliun
- Selama Operasi Lilin 2024, Polri Ungkap Terjadi 2.304 Lakalantas Sebabkan 339 Orang Tewas
“Pemerintah perlu transparan dalam menjelaskan dari mana kekurangan lahan ini akan dipenuhi. Apakah kita akan mengorbankan hutan lindung atau kawasan lain yang seharusnya dilestarikan? Hal ini harus dijawab dengan jelas,” ujarnya.
Menutup tanggapannya, Muh Haris menyarankan agar pemanfaatan lahan hutan lebih diarahkan untuk produksi energi yang tidak menyebabkan deforestasi. “Lahan hutan dapat dimanfaatkan untuk energi terbarukan seperti bioenergi dengan tetap mempertahankan fungsi ekologisnya. Ini adalah langkah yang lebih seimbang untuk menjaga keberlanjutan,” katanya.
Muh Haris menegaskan bahwa keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan pelestarian lingkungan harus menjadi prioritas utama. “Pembangunan yang berkelanjutan adalah kunci untuk memastikan bahwa generasi mendatang tetap dapat menikmati manfaat dari hutan kita. Kita harus bijak dalam mengambil keputusan untuk masa depan bangsa,” tuturnya. (-)