Anggota DPD RI, Abdul Kholik Penundaan Pemilu Bahayakan Demokrasi
Semarang, Jatengaja.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Tengah, Abdul Kholik menilai wacana penundaan Pemilu 2024 yang dimunculkan sejumlah pimpinan partai politik membahayakan demokrasi dan sistem ketatanegaraan.
“Karena akan merusak tatanan demokrasi yang sudah terbentuk dan berjalan baik,” katanya pada webinar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia tentang Telaah Kritis Usul Perpanjangan Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu, Sabtu (5/3).
Apalagi, lanjut Abdul Kholik jika penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan jabatan presiden tidak ada jaminan akan menjadi baik. Sebaliknya bila kondisi memburuk justru berpotensi terjadi kekacauan dan konflik.
- Ganjar Instruksikan ESDM Pantau Potensi Konsumen Pindah ke Gas Melon 3 Kg
- Pengamat Prediksikan Penjualan Properti Rumah Pada 2022 Naik 20%, Capai Rp110 Triliun
- Produksi Beras di Jateng Pada 2021 Mencapai 5,53 Juta Ton Meningkat 1,36% Atas Tahun Lalu
Menurutnya, tidak ada yang lebih baik dari mentaati konstitusi agar Pemilu tetap dilaksanakan setiap lima tahun. Indonesia memiliki sejarah panjang sukses menyelenggarakan Pemilu sejak tahun 1955.
Bila tiba-tiba muncul keinginan menunda Pemilu adalah ahistoris serta ada indikasi hanya keinginan segilintir kelompok orang saja.
“Terbukti hasil survei yang dilakukan menunjukkan warga sebagian besar menolak penundaan Pemilu. Jadi alasan menunda Pemilu sangat sumir dan tidak memiliki relevansi sama sekali,” tandas anggota DPD RI asal Jateng itu.
Bila Pemilu ditunda, sambung Abdul Kholik, maka sistem ketatanegaraan juga terancam yang berimplikasi jabatan Presiden dan lembaga lainya diperpanjang. Kondisi ini memunculkan masalah tentang otoritas lembaga yang berwenang menetapkan penundaan dan perpanjangan jabatan.
“Lalu apa dasarnya untuk menetapkan dan mengisi, karena kelembagaan negara seperti Presiden, DPR, DPD, DPRD, didasarkan hasil Pemilu.Jadi sangat problematik bagi sistem ketatanegaraan dan beresiko terjadi deligitimasi serta gugatan keabsahan kelembagaan negara apabila diperpanjang,” jelasnya.
Penyederhana Tahapan Pemilu
Anggota DPD RI Abdul Kholik menambahkan bila salah satu alasan penundaan adalah mahalnya biaya Pemilu mencapai Rp86 triliun seperti anggaran diajukan oleh KPU tidak logis, karena dibandingkan anggaran proyek pemerintah lebih besar.
Namun, demikian ada baiknya anggaran Pemilu masih dapat ditinjau dengan skema penyederhanaan tahapan tanpa mengurangi kualitasnya Pemilu.
Penyederhanaan ini dapat dilakukan karena adanya fakta empiris sudah berubahanya variable tahapan dan fakta inefesiensi selama pelaksanaan Pemilu sebelumnya.
Penyerderhaan tersebut khususnya terkait tahapan penetapan daftar pemilih (DPT) yang disingkat menjadi dari lima tahap, menjadi dua tahap karena sudah lengkap data e-KTP/
Selanjutnya tahap pencalonan juga dapat disederhanakan. Termasuk soal saksi dapat mengoptimalkan menggunakan pengawas lapangan yang ada di setiap TPS, yang dapat diakses oleh semua peserta Pemilu.
Dalam hal penyelenggaraan Pemilu dihadapkan pada tantangan tenaga pelaksana, diera model kampus merdeka, dan merdeka belajar mahasiswa bisa diarahkan untuk menjadi relawan Pemilu.
“Artinya tidak ada alasan yang kuat dan dapat diterima untuk menunda Pemilu. Mari kita jaga bersama demokrasi yang sudah berjalan baik dan diakui dunia sehingga mengarah pada sistem pemerintahan yang kuat dan demokratis,” ujar Abdul Kholik.