Akademisi : Program Pengentasan Kemiskinan Tak Akan Maksimal, Bila Akses Transportasi Masih Buruk
Semarang, Jatengaja.com - Akademisi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menyatakan program pemerintah pengentasan kemiskinan tidak akan beranjak dan maksimal hasilnya selama akses transportasi tidak memadai.
Menurut akademisi yang juga pengamat transportasi ini apapun bentuk program pemerintah yang diberikan kepada warga miskin tidak akan membawa hasil maksimal selama akses transportasi masih buruk
“Bila pemerintah serius untuk mengentaskan kemiskinan, terlebih dahulu perbaiki akses transportasi masyarakat,” kata Djoko dalam keterangan tertulis, Rabu 19 Februari 2025.
- BRI Berperan Aktif Dukung Produk Kerajinan Kebumen Laris di Pasar Internasional
- Strategi Fleksibel BRI Mampu Pertahankan Pertumbuhan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
- BI Catat Pembayaran Digital Gunakan QRIS Tahun 2024 di Jateng Tumbuh 385,12 Persen Capai Rp40,7 Triliun
- Perekonomian Jateng 2024 Tumbuh 4,97 Persen, BI Proyeksikan Tahun 2025 Tumbuh 4,7- 5,5 Persen
- SDN Kalibanteng Kidul 03 dan SDN Klepu 03 Juarai Turnamen MilkLife Soccer Challenge - Semarang 2025
Pernyataan Djoko ini menanggapi Gubernur Jateng terpilih Pilkada 2024, Ahmad Luthfi yang menegaskan, pengentasan kemiskinan akan tetap menjadi prioritas utama dalam pemeritahannya.
Lebih lanjut dosen Unika Soegijapranata Semarang ini menyatakan, hampir semua kepala daerah menjanjikan akan mengentaskan kemiskinan, namun hingga sekarang belum banyak terwujud.
“Pasalnya, akar masalah tidak pernah dibereskan, sehingga terkesan orang miskin di Indonesia dipelihara. Bukan untuk dientaskan, namun sebagai lumbung suara setiap lima tahunan,” ujar Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.
Akses transportasi yang terbatas dapat berdampak negatif pada kehidupan masyarakat miskin, seperti keterisolasian, keterasingan dan hambatan dalam pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, pengembangan pengetahuan, dan hambatan masalah sosial dan ekonomi jangka panjang.
Di sejumlah wilayah di Jateng, sebagian anak harus putus sekolah lantaran angkutan umum sudah tidak tersedia di daerahnya.
Kriteria masyarakat miskin berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial, meliputi kriteria dari aspek ekonomi, fisik, kesehatan, psikologis dan lainnya. Keterbatasan akses ke transportasi merupakan salah satu aspek yang menentukan.
“Daerah miskin, pasti akses transportasinya buruk. Jalan kota/kabupaten yang tidak mantap rusak sebesar 38 persen,” tandas Djoko.
Berdasar data Bappeda Jawa Tengah 2025, total panjang jaringan jalan di Provinsi Jateng 31.116,64 km. Terdiri dari atas 1.518,09 km jalan nasional, 2.404,741 km jalan provinsi dan 27.193,81 km jalan kab/kota.
Sebanyak 56,18% dalam kondisi baik (17.480,22 km), kondisi sedang 27,06% (8.420,05 km) dan kondisi rusak 33,26% (5.108,77 km).
Kondisi jalan nasional 36,95% baik (560,93 km), 54,07% sedang (820,79 km) dan rusak 8,99% (136,36 km). Jalan provinsi 83,60% baik (2.010,27 km), sedang 8,89% (213,89 km) dan rusak 7,51% (73,00 km).
Sedangkan kondisi jalan kabupaten/kota 54,83% baik (14.909,02 km), sedang 27,16% (7.385,37 km), dan rusak 16,76% (4.899,41 km).
- Agung Podomoro Dorong Pengembangan SDM dan Pendidikan di Wilayah Vimala Hills
- Anak Buruh Toko Mebel, Annisa Berhasil Raih Gelar Dokter di FK Undip dengan IPK 3.96
- Komisi Yudisial Diminta Kawal PK Alex Denni di Tengah Dugaan Proses Hukum yang Lamban
“Dibanding daerah lain, jalan kabupaten/kota di Jawa Tengah 16,76 persen masih di bawah rata-rata kondisi tidak mantap nasional sebesar 38 persen,” ujarnya.
Adanya Inpres Jalan Daerah yang pernah dikucurkan ke daerah termasuk di Jawa Tengah, turut membantu menuntaskan jalan rusak di daerah. Sayangnya, tahun 2025 belum dianggarkan Inpres Jalan Daerah.
“Jaringan jalan di daerah yang semakin baik, akan memperlancar mobilitas barang dan penumpang sehingga menudukung perekonomian daerah yang berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Djoko. (-)