Waduh Banyak Warga Korea Selatan Ogah Nikah dan Hamil, Ini Alasannya

Minggu, 27 November 2022 22:50 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

Ilustrasi bendera negara Korea Selatan.
Banyak warga Korea Selatan tak mau menikah dan hamil. (ilustrasi bendera Korea Selatan/istimewa)

Jatengaja.com - Banyak warga Korea Selatan diketahui tidak berminat untuk menikah, sedangkan perempuan yang menikah tidak mau hamil, sehingga terjadi penurunan jumlah populasi penduduk di negara tersebut.

Mengutip AP News Minggu, 27 November 2022,  salah seorang warga Korea Selatan, Yeung Yi  mengungkapkan  memilih untuk tak hamil dan melahirkan karena alasan pribadi.

"Suami saya dan saya sangat menyukai bayi. Tetapi ada hal-hal yang harus kami korbankan jika membesarkan anak. Jadi ini menjadi masalah pilihan antara dua hal, dan kami sepakat untuk lebih fokus pada diri sendiri daripada membesarkan anak-anak," kata Yeung Yi seperti dikutip Trenasia jaringan Jatengaja.com dari AP News.

Memang Tidak ada angka resmi berapa banyak warga Korea Selatan yang memilih untuk tidak menikah atau hamil untuk memiliki anak. Namun, catatan dari badan statistik nasional menunjukkan ada sekitar 193 ribu pernikahan di Korea Selatan tahun 2021 turun dari puncaknya 430 ribu pada tahun 1996.

Berdasarkan data badan statistik nasional Korea Selatan tersebut juga menunjukkan sekitar 260.600 bayi lahir di Korea Selatan tahun lalu, sementara puncak kelahiran di negara tersebut mencapai 1 juta pada tahun 1971.

Sedangkan pemerintah Korea  Selatan saat ini mencatat tingkat kesuburan sebanyak 0,81%. Sedangkan idealnya, sebuah negara harus memiliki tingkat kesuburan sebesar 2,1% untuk menjaga populasinya.

Sebagai salah satu negara majudi kawasan Asia, pola pikir pemuda Korsel mengalami pergeseran dibanding pendahulunya. Saat ini, banyak anak muda Korea Selatan mengatakan bahwa tidak seperti orang tua dan kakek neneknya. 

Mereka tidak merasa berkewajiban untuk berkeluarga. Alasan mereka untuk tak berumah tangga dilihat dari kondisi ketidakpastian pasar kerja yang suram, harga rumah yang mahal, ketidaksetaraan gender dan sosial.

Selain itu, anak muda Korea juga mempertimbangkan tingkat mobilitas sosial yang rendah, serta biaya besar untuk membesarkan anak dalam masyarakat yang sangat kompetitif.

Dalam kacamata lain, para perempuan di Korea Selatan juga mengeluhkan budaya patriarkal yang memaksa mereka melakukan banyak pengasuhan anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.

"Singkatnya, orang mengira negara kita bukanlah tempat yang mudah untuk ditinggali," kata pakar kebijakan kependudukan di Institut Korea untuk Urusan Kesehatan dan Sosial di Korea Selatan, Lee So-Young, .

"Mereka percaya anak-anak mereka tidak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka, jadi mempertanyakan mengapa mereka harus bersusah payah untuk memiliki bayi," imbuhnya. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rizky C. Septania pada 27 Nov 2022