UMKM Masih Sulit Dapatkan KUR

Selasa, 03 Oktober 2023 21:57 WIB

Penulis:Sulistya

Editor:Sulistya

Ilustrasi kredit perbankan.
Ilustrasi kredit perbankan. (Pixabay)

Jakarta, Jatengaja.com - Dalam rentang waktu 20 hari, tepatnya dari 31 Agustus 2023 hingga 20 September 2023, Posko Pengaduan KUR bagi UMKM menerima 80 permintaan informasi atau konsultasi serta 19 pengaduan.

Dari pengaduan yang diterima oleh Ombudsman, tercatat ada 53% yang mengatakan bahwa mereka dimintai agunan dalam pengajuan KUR, 37% tidak memperoleh ketidakpastian akan permohonan KUR, dan 10% merasa dipersulit dalam proses pengajuan.

Ombudsman RI mengungkapkan keprihatinan terkait akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang masih kurang optimal bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui perbankan dan menyoroti adanya keberpihakan dari perbankan yang cenderung lebih mengistimewakan calon debitur untuk pinjaman komersial.

Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya realisasi tersebut adalah Peraturan Menteri Koperasi (Permenkop) Nomor 1 Tahun 2023 yang baru terbit pada 27 Januari 2023 sehingga tidak diperkenankan adanya penyaluran sebelum tanggal tersebut.

Faktor yang kedua adalah adanya perubahan suku bunga KUR yang berjenjang, yaitu Akad 1 sebesar 6%, Akad 2 sebesar 7%, Akad 3 sebesar 8%, dan Akad 4 esbesar 9%.

Perubahan ini menyebabkan adanya perubahan pada sistem perbankan dan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) sehingga penyalur mengalami keterlambatan dalam penyaluran KUR.

"Kemudian, KUR belum tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat," kata Dadan dalam konferensi pers Persoalan Akses KUR bagi UMKM Berbasis Pengaduan di Posko Bersama Ombudsman RI dan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) di Jakarta, dikutip Selasa, 3 Oktober 2023.

Dadan memaparkan bahwa dari 80 permintaan informasi atau konsultasi, didapati bahwa 43% permintaan konsultasi berkaitan dengan tata cara pengajuan KUR.

Belum Paham

Dengan demikian, Ombudsman pun menyimpulkan bahwa program KUR ini belum tersosialisasikan dengan baik karena masih banyaknya pelaku UMKM yang bahkan belum mengetahui tata cara pengajuannya.

"Masyarakat belum banyak tahu soal KUR dan yang mengaksesnya juga belum banyak. Ini adalah bentuk bahwa KUR belum tersosialisasi secara optimal kepada masyarakat," kata Dadan.

Kemudian, Dadan mengatakan belum optimalnya pelaksanaan program KUR oleh lembaga penyalur. Direksi perbankan dikatakan Dadan sudah berkomitmen dalam penyaluran KUR ini, tapi komitmen direksi itu tidak selaras dengan apa yang terjadi di lapangan.

Dadan menyebutkan bahwa pegawai bank cenderung memberikan prioritas yang lebih rendah kepada pelaku UMKM ketimbang calon debitur yang mengajukan kredit komersial.

"Mereka terkesan dinomorduakan di luar mereka yang mengajukan kredit komersial karena UMKM ini kecil sekali, mereka terkesan disepelekan," kata Dadan.

Dadan mengatakan bahwa seolah ada keengganan dari pegawai perbankan untuk melayani kelompok masyarakat yang kecil karena terkesan kurang menarik.

Padahal, dalam penyaluran KUR ini perbankan tetap memperoleh bunga walaupun tidak ditanggung oleh pemohon kredit karena adanya subsidi dari pemerintah.

"Tapi tidak ada keberpihakan petugas di lapangan perbankan dalam melayani masyarakat kecil," tegas Dadan.

Dengan adanya kesan penyepelean dari pegawai perbankan terhadap pengaju kredit dari segmen UMKM, maka Dadan pun mengungkapkan bahwa wajar saja jika akhirnya banyak calon debitur yang lebih memilih platform lain, contohnya pinjaman online (pinjol).

Ombudsman pun mendapati bahwa Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan permintaan agunan merupakan kendala dominan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses KUR. (-)

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 03 Oct 2023