tembakau
Senin, 01 Mei 2023 21:01 WIB
Penulis:Sulistya
Editor:Sulistya
Semarang, Jatengaja.com - Pemerintah saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang bertujuan meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, meningkatkan kualitas kesehatan, dan menurunkan biaya kesehatan di Indonesia.
RUU Kesehatan menyelipkan beberapa poin pengaturan tentang tembakau yang menimbulkan polemik dan kegaduhan publik. Poin pengaturan tembakau dalam RUU Kesehatan sama ekstrimnya poin rencana usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012).
Usulan pasal 154-159 pada RUU Kesehatan tentang Pengamanan Zat Adiktif telah mengelompokkan dan menyetarakan produk tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol. Hal ini sangat mengejutkan dan meresahkan karena tembakau sebagai produk legal disetarakan dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan produk illegal.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI), Sudarto AS menuturkan, di momentum May Day, RUU Omnibus Kesehatan khususnya pasal 154-159 harus dilawan.
“Kita harus bersatu. Sikap kita tegas menolak RUU Omnibus Kesehatan karena akan berdampak besar kepada kita semua. Kita akan buat petisi online, saya harap kita semua beserta anggota harus ikut petisi pnline. Kita harap dapat dukungan dari industri rokok, petani, dan konsumen. Kita akan sampaikan ke pemerintah bahwa ada upaya melemahkan Indonesia, khsusnya tentang industri tembakau,” tutur Sudarto saat memberi sambutan pada Peringatan Acara Hari Buruh Sedunia (May Day) yang diadakan FSP RTMM SPSI di Hotel Kencana Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (1 Mei 2023).
Sudarto menjelaskan, petisi itu bisa di klik di link https://chng.it/TyknWZTDpv.
Hadir pada acara tersebut, Edi Wiyanto, Ketua PW FSP RTMM SPSI Jateng, Agus Sarjono, Ketua Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Agus Parmuji, Ketua Asosiasi petani Tembakau Indonesia (APTI), Eri Nur Hidayah, Kepala Balai Pelayanan Penanganan Perselisihan Tenaga Kerja Disnakertrans Jateng, dan puluhan anggota RTMM dari berbagai kota.
Sudarto menjelaskan, RTMM memiliki aggota 224.541 orang, dengan jumlah 148.000 lebih adalah pekerja di sektor rokok.
“Jadi angota RTMM itu sebagian besar di sektor rokok. Anggota kita 10 tahun lalu itu 400.000 lebih dan sebagian besar di rokok. Industri rokok banyak yang tumbang, tutup. Pekerja industri rokok itu sudah menuurun. Pekerja SKT mayoritas ibu-ibu, pendidikan terbatas, lapangan kerja sulit, lapangan kerja yang ada tergerus habis, dan turun drastis. Momentum May Day ini bagaimana kita peduli pada industri kita. Industri rokok adalah sawah ladang kita,” katanya.
Kesejahteraan Anggota
Adapun Ketua PW FSP RTMM SPSI Jateng, Edi Wiyanto mengatakan, May Day adalah momentum untuk mengenang perjuangan pendahulu, sehingga serikat bisa mewujudkan kesejahteraan anggota.
“Serikat pekerja itu punya tugas melindungi pekerja, apakah bisa menciptakan itu atau tidak? Kita perlu introspekis terutama 2 tahun terakhr, perjuangan menaikkan kesejahteraan anggota sulit. Jangankan menaikkan, mempertahankan saja susah. apalagi ada RUU Kesehatan yang memasukkan rokok pada kategori narkoba. Ini momentum kita bergerak melawan RUU Omnibus Kesehatan itu,” katanya.
Adapun Eri Nur Hidayah dari Disnakertans Jateng mengatakan, akhir tahun 2022 lalu ada pemasukan dari cukai rokok Rp 192 triliun. Dikatakan, meski ada efek resesi, tapi cukai rokok bisa memberikan uang untuk negara segitu banyaknya.
“Teman-teman RTMM merupakan mitra kami di pemerintah, menjadi tim advoaksi memperjuangikan hak-hak pekerja. Begitu banyak pabrik rokok di Jateng. Sangat strategis industri rokok di Jateng, perusahaan padat karya, bisa menyerap tenaga kerja. Semoga industri rokok tetap jaya dan makin jaya,” katanya.
Dijelaskan, pada 2022 pihaknya menangani 700 perselisihan di Jateng terkait tenaga kerja. Dia berharap persoalan jangan sampai berlarut larut.
“Tentunya tetap sesuai aturan yang ada. Kami dan mediator selalu berusaha agar peselisihan bisa diselesaikan bersama, tidak memaksa. Agar hak pekerja bisa diselesaikan dan dibayarkan,” tuturnya. (-)
Bagikan
DPR
2 tahun yang lalu