Perjudian dan Miras Jadi Pemicu Kasus KDRT di Kota Semarang

Jumat, 01 September 2023 16:18 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

Ilustrasi KDRT
Perjudian dan Miras Jadi Pemicu Kasus KDRT di Kota Semarang (pexels)

Semarang, Jatengaja.com - Perjudian dan minuman keras (miras) menjadi pemicu terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Semarang.

Selama tahun 2021 hingga 2022 tercatat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Semarang mengalami kenaikan sebesar 40%. 

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang kasus KDRT pada 2021 sebanyak 156 kasus, kemudian pada 2022 naik menjadi 228 kasus.  Sedangkan Januari hingga Agustus 2023 kasus KDRT tercatat sebanyak 142 kasus. 

“Dari 2021 ke 2022 ada kenaikan kasus KDRT sebesar 40 persen. Kita anggap kenaikan itu tinggi. Kami harap pada 2023 tidak melebihi kasus di 2022,” kata Kepala DP3A Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki dilansir dari semarangkota. go.id, Jumat 1 September 2023. 

Menurut Ulfi ada berbagai faktor pemicu kasus KDRT di antaranya ekonomi. Oleh karenya Pemerintah Kota Semarang mendorong para ibu mempunyai keahlian kewirausahaan. 

Dengan memiliki keahlian berusaha, maka para ibu akan ada pendapatan ekonomi yang dapat membantu ketahanan keluarga. 

“Ibu Wali Kota Semarang fokus bagaimana ibu-ibu punya kemandirian ekonomi dalak rangka mencegah KDRT,” tandasnya.

Di samping faktor ekonomi, lanjut Ulfi, pemicu KDRT adalah pernikahan  anak di bawah umur yakni di usia di bawah 18 tahun ke. 

"Dari sisi kami, pemicu KDRT tetap ke ekonomi, perjudian, minuman keras. Itu secara holistik bagaimana memerangi itu untuk mencegah KDRT," tandasnya. 

Ulfi mengimbau kepada masyarakat untuk melapor jika mengalami KDRT karena DP3A akan melakukan pendampingan melalui rumah duta revolusinmental maupun UPTD dengan mengadirkan psikolog, lawyer, hingga layanan medis. 

“Jika butuh lawyer kami ada. Layanan medis ada jika butuh visum atau luka fisik. Kami kerja sama dengan RS. Anggaran dari pemerintah," jelasnya. 

Untuk rehabilitasi, imbuh Ulfi, DP3A juga memikiki rumah singgah. Tidak hanya tingkat kota, Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) yang merupakan organisasi berbasis masyarakat juga memikiki rumah singgah.

"Itu inisiatif dari organisasi masyarakat di beberapa kelurahan. Tujuh kelurahan punya rumah singgah,” ujarnya. (-)