PD FSP RTMM-SPSI DIY Desak Perlindungan Pekerja Industri Tembakau terhadap Kebijakan Kemasan Rokok Polos

Senin, 21 Oktober 2024 10:13 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

PD FSP RTMM-SPSI DIY Dukung Perlindungan Pekerja di Ekosistem Tembakau dari Dampak Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
PD FSP RTMM-SPSI DIY Dukung Perlindungan Pekerja di Ekosistem Tembakau dari Dampak Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek (Ist)

KABUPATEN GUNUNGKIDUL – Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali menggelar diskusi lanjutan bersama para calon kepala daerah. Dalam acara “Dialog Bersama Ibu Endah Subekti Kuntariningsih” di Pendopo Pertemuan Taman Watu Resort, Bolang Girikarto Panggang, Kabupaten Gunungkidul, RTMM DIY mendukung setiap upaya perlindungan terhadap para pekerja di Industri Hasil Tembakau (IHT) yang saat ini mengalami berbagai ancaman serius dari regulasi yang memberatkan.

Ketua Pimpinan Daerah FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyatakan IHT menjadi salah satu sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja besar. Saat ini RTMM DIY tercatat memiliki 5.250 orang anggota yang mayoritas bekerja di pabrik rokok. “Para pekerja ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari rantai pasok tembakau, mulai dari petani hingga pedagang yang memasarkan produk tembakau,” kata Waljid di Gunungkidul, Sabtu 19 Oktober 2024.

Di antara regulasi yang memberatkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) yang di dalamnya mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter. Selain itu, ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan PP 28/2024 juga mengancam ekosistem tembakau secara keseluruhan. Aturan ini menyeragamkan kemasan produk rokok dan menghilangkan identitas dan merek produk tembakau sehingga akan menjadi sulit untuk membedakan produk rokok legal dan rokok ilegal.

Menanggapi aturan ini, berbagai pihak telah melayangkan protes keras dan mendesak aturan tersebut untuk dikaji ulang serta dibatalkan implementasinya. Kebijakan yang memberatkan itu tidak hanya akan mengancam para pekerja di pabrik rokok, namun juga para petani dan pedagang. Akibatnya, petani tembakau serta pedagang kelontong yang sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan kesulitan memasarkan produk tembakau yang selama ini menjadi sumber pemasukan untuk sehari–hari. “Di saat yang sama para pekerja pabrik juga masih dibayangi oleh ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karena kondisi ekonomi yang tidak menentu,” kata Waljid. 

Padahal, petani dan pelaku UMKM merupakan profesi yang saat ini banyak digeluti oleh masyarakat Kabupaten Gunungkidul untuk menyambung hidup. Keberadaan para petani, pekerja, dan pelaku UMKM menjadi komponen sangat penting dalam sosial ekonomi Gunungkidul.

Data Badan Pusat Statistik mencatat luas areal perkebunan tembakau milik rakyat di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2023 mencapai 113,31 hektare dengan produksi 63,84 ton . Adapun jumlah masyarakat yang membuka usaha skala UMKM sampai September 2024 mencapai 58.740 orang, meningkat dibandingkan akhir tahun 2023 sebanyak 57.761 orang.

Oleh karena itu, RTMM DIY mengapresiasi berbagai langkah calon kepala daerah yang berupaya memberikan perlindungan terhadap petani dan pelaku UMKM. “Perlindungan yang diberikan oleh pemimpin daerah penting untuk menjaga kelangsungan hidup saudara kami para petani dan pedagang kecil, tetapi juga para pekerja yang mata pencahariannya saat ini selalu penuh ketidakpastian,” kata Waljid. 

RTMM DIY mengaku sedikit lega dan menilai keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok tahun 2025 sebagai langkah tepat dan bijaksana bagi keberlangsungan ekosistem tembakau. Harapannya, keputusan-keputusan seperti ini terus konsisten diberlakukan sehingga tidak ada kenaikan tarif cukai berlipat di tahun-tahun berikutnya.

Calon Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, mengatakan potensi yang dimiliki oleh sektor tembakau di Gunungkidul tidak boleh diganggu, justru perlu didukung untuk tujuan kesejahteraan masyarakat.

“Kami akan mengakomodir program untuk tembakau. Karena selama ini, petani tembakau sangat berpotensi menciptakan keuntungan dan kesejahteraan yang besar di daerahnya, khususnya Gunungkidul,” kata Endah.

Endah juga mengungkapkan dalam membuat suatu kebijakan untuk sektor tembakau, salah satunya yang sedang disoroti yaitu PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes yang berencana mengatur kemasan rokok polos tanpa merek, maka pemangku kepentingan harus mendengar suara seluruh pihak, terutama suara petani tembakau.

“Dalam pembuatan kebijakan, suara petani tembakau sangat penting untuk didengar. Pentingnya mengadakan public hearing dan mengundang petani tembakau. Jangan sampai justru suatu kebijakan malah merugikan petani,” ungkapnya.

Mewakili RTMM DIY, Waljid kembali memaparkan tiga rekomendasi yang ditujukan kepada calon kepala daerah di Gunungkidul. Pertama, RTMM DIY memohon perlindungan dan dukungan kepada calon kepala daerah untuk menjaga keberlangsungan industri tembakau, termasuk melalui kebijakan daerah yang adil dan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang optimal.

Kedua, Pemerintah Daerah perlu menghindari membuat kebijakan pertembakauan yang memberatkan dan mengancam mata pencaharian pekerja. Termasuk di dalamnya membatalkan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Permenkes dan mengkaji ulang PP 28/2024, terutama terkait pasal-pasal yang mengganggu keberlangsungan industri tembakau.

Ketiga, RTMM DIY memohon kepada calon kepala daerah untuk melindungi pekerja dan buruh pabrik rokok dengan memastikan tidak ada kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 dan menghindari kenaikan cukai yang tinggi pada tahun 2026. “Melalui diskusi lanjutan ini, kami berharap komitmen calon kepala daerah untuk melindungi dan mendukung keberlangsungan sektor tembakau sebagai salah satu upaya menjaga mata pencaharian pekerja di industri padat karya yang telah berkontribusi besar,” tutupnya.

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh Redaksi pada 21 Okt 2024