FPMI Nilai Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Masih Ada Diskriminasi

Minggu, 12 Desember 2021 14:05 WIB

Penulis:SetyoNt

Editor:SetyoNt

diskusi1.jpg
FPMI Nilai Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Masih Ada Diskriminasi (Jatengaja.com/istimewa)

Mungkid, Jatengaja.com - Forum Pendidik Madrasah Inklusi (FPMI) menilai layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) masih ada diskriminasi, ketika sekolah masih lebih mengarusutamakan anak-anak yang memiliki kemampuan kognitif (kecerdasan).

Ketua Wilayah FPMI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ma’ruf Yuniarno menyatakan, tantangan pendidikan bagi ABK semakin berat ketika pandemi Covid-19 menjadikan pola layanan pendidikan menjadi berubah di rumah. 

Keterbatasan secara kognitif menjadi hambatan terberat bagi ABK untuk dapat bisa menjaga kemampuan yang sudah mereka dapatkan di sekolah, saat harus belajar di rumah selama pandemi Covid-19. 

“Belum lagi jika orang tua di rumah belum bisa serta merta memainkan peran sebagai pendidik yang dibutuhkan,” katanya dalam dialog hybrid bertajuk ‘Menjawab Kebutuhan Disabilitas di Masa Pandemi’ yang digelar Akatara JSA bersama dengan Unicef, di Nalendro Cafe, Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng), Sabtu 11 Desember 2021.

Menurutnya, tanpa pandemi Covid-19 saja anak dengan kebutuhan khusus masih kesulitan mendapatkan pendidik yang benar-benar paham.

“Perhatian bagi ABK jangan sampai terabaikan di masa pandemi Covid-19 agar layanan pendidikan yang sudah mereka dapatkan dan karakter kemampuan yang telah terbentuk tidak memudar atau bahkan hilang,” ujarnya.

Madrasah Inklusi

Education Officer Program Pendidikan Inklusi LP Ma’arif PWNU Jateng, Miftahul Huda dalam kesempatan sama menyatakan, pentingnya perhatian bagi ABK yang sedang menghadapi tantangan berat dalam mendapatkan layanan pendidikan.

Menurutnya, LP Ma’arif PWNU Jateng telah mengembangkan Madrasah Inklusi di berbagai daerah yang mendapatkan amanah untuk memberikan hak- hak layanan pendidikan yang layak bagi ABK.

“LP Ma’arif tetap berkomitmen mengawal pendidikan inklusi dan menginginkan lebih banyak lagi madrasah yang menerima ABK agar mendapatkan layanan pendidikan yang sama dengan anak lainya,” kata Huda. 

Dia mencontohnya di Kabupaten Magelang sudah ada SLB Ma’arif Muntilan, meski pandemi Covid-19 tetap menghasilkan anak-anak berkebutuhan khusus yang mampu berprestasi, seperti Musa meraih juara tiga hafalan Alquran MTQ tingkat Jateng, Ayu juara vokal nasional tingkat SD tahun 2020, dan Yuanita yang mewakili kejuaraan sepakbola putri sampai di India.

Psikolog Klinis Anak RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Dwi Susilawati sepakat mengenai pemahaman terhadap apa saja yang menjadi kebutuhan ABK selama pandemi Covid-19.

Menurutnya, mereka yang berkebutuhan khusus dan memiliki kekurangan bukan berarti mereka tidak memiliki kemampuan lain yang lebih spesifik.

“Orang tua harus bisa memahami apa yang menjadi kebutuhan anak- anak mereka yang berkebutuhan khusus, agar karakter dan kemampuan lebih yang dimiliki anak bisa dimaksimalkan,” ujarnya.

Sayangnya, masih ada orang tua yang kemudian malu punya ABK atau bahkan menutup diri dan menganggap sebagai sesuatu yang tidak harus diketahui oleh orang lain. 

Sementara, Chief Field Office Unicef Indonesia, Ermi Ndoen menyatakan, kegiatan diskusi menjadi momentumnya bersamaan dengan Hari Disabilitas Internasional.

Ermi berharap kegiatan dan inisiatif baik seperti ini akan mampu membuka cakrawala pandang dan pemikiran yang sama, bahwa pendidikan  terhadap anak berkebutuhan khusus harus tetap maksimal. 

“Anak- anak kita yang berkebutuhan khusus tetap mendapatkan layanan pendidikan yang layak di masa pandemi,” harapnya.