Prihatin Kasus Perceraian, Kemenag Latih 100 Penghulu dan Penyuluh Agama Islam
Jakarta, Jatengaja.com - Sebanyak 100 calon fasilitator layanan konsultasi dan pendampingan keluarga yang terdiri atas penghulu dan Penyuluh Agama Islam mengikuti pelatihan yang digelar Kementerian Agama (Kemenag).
Pelatihan ini merupakan bagian dari program Pusat Pelayanan Keluarga Sakinah (Pusaka Sakinah) Kemenag yang diluncurkan sejak 2019.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, mengatakan, calon fasilitator dibekali keterampilan untuk memberi layanan konsultasi dan pendampingan kepada keluarga muda, terutama yang berada dalam usia pernikahan 0–5 tahun.
- 253.409 Warga Jateng Manfaatkan Program Pemutihan Tunggakan dan Denda PKB dengan Nilai Rp61,9 Miliar
- Penuh Dedikasi, Mantri BRI Ini Bantu UMKM Bangkit dari Keterbatasan
- YTI Perkuat Ekosistem Sepeda Gunung Lewat Kolaborasi dan Aksi Nyata
- BRI Tegaskan Komitmen untuk Ciptakan Ekonomi yang Inklusif di Hari Kartini
- PAN Kota Semarang Antusias Penunjukan Menteri KKP sebagai Waketum Pemenangan di Jateng
“Usia pernikahan tersebut merupakan masa kritis yang kerap dipengaruhi oleh faktor budaya dan ekonomi. Karena itu, ketahanan keluarga harus diperkuat sejak awal,” katanya di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Pembinaan keluarga sakinah, lanjut Abu Rokhmad bertujuan untuk membentuk keluarga yang harmonis, setara, dan berdaya agar mampu melahirkan generasi tangguh sebagai fondasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Meskipun urusan keluarga kerap dianggap sebagai ranah private, peran fasilitator bukan untuk mencampuri, melainkan mendampingi. Pendekatan yang digunakan bersifat persuasif, dengan kunjungan berkala setiap dua hingga tiga bulan untuk memantau kondisi dan perkembangan keluarga.
“Kita ingin calon fasilitator cakap dalam mendengar, melihat, dan bergerak. Mereka juga harus kreatif dalam memberikan layanan konsultasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Abu Rokhmad menyatakan keprihatinannya atas fenomena yang berkembang di masyarakat, bahwa perceraian mulai dianggap sebagai hal yang wajar dan lumrah.
Proses perceraian yang semakin mudah dan murah akan berdampak negatif bagi ketahanan sosial.
“Ini tantangan kita bersama. Kita tidak hanya mengurus hilirnya, tapi juga harus menyelesaikan masalah di hulunya,” tandas Abu Rokhmad.
Dengan pelatihan ini, Kemenag berharap munculnya fasilitator-fasilitator yang profesional, empatik, dan adaptif.
Keberadaan mereka diharapkan menjadi solusi atas tingginya angka perceraian dan sekaligus menjadi penopang utama bagi lahirnya keluarga tangguh di seluruh Indonesia. (-)