Peringati May Day, Ratusan Buruh Gelar Demonstrasi di Kantor Gubernur Jateng
Semarang, Jatengaja.com - Memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, 1 Mei, ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja di Jawa Tengah menggelar demonstrasi di Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah di Jalan Pahlawan Semarang, Senin (1/5).
Mereka berasal dari dari serikat pekerja seperti PUBG Grobogan, FSPMI-KSPI Jawa Tengah (Jateng), FSP KEP-KSPI, FSP Farkes Reformasi bersama Partai Buruh dari berbagai kota /kabupaten di Jateng.
Dalam aksi yang mendapatkan penjagaan dari aparat kepolisian Polrestabes Semarang dan Polda Jateng, para buruh menyuarakan enam tuntutan yakni mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, menolak RUU Omnibus Law Kesehatan.
- Tembakau Bukan Narkotika, FSP RTMM Desak Pemerintah Hapus Produk Tembakau dari RUU Kesehatan
- Makanan Tempe Asal Indonesia jadi HidanganTerbaik 4 Dunia Versi Taste Atlas
- Kapolda Jateng Sebut Arus Mudik dan Balik Lebaran 2023 di Jateng Aman Serta Lancar
- Ini Cara Mengosongkan Memori Ponsel Android dengan Google Photos
- Selama Cuti Lebaran, Konsumsi LPG dan BBM di Jateng dan DIY Meningkat Tajam
Menuntut pengesahan RUU PPRT, Reforma Agraria dan Kedaulatan Pangan, mencabut UU terkait Parliamantary Treeshold 4%, dan memilih Presiden 2024 yang pro buruh dan kelas pekerja.
“UU Omnibus Law UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja harus dicabut karena merugikan buruh,” kata Sekretaris KSPI Jateng, Aulia Hakim.
Menurut Aulia, dalam UU Omnibus Law dalam penetaan upah minimum tidak dirundingkan dengan serikat buruh, dan adanya ketentuan mengenai indeks tertentu yang membuat kenaikan upah lebih rendah.
Selain itu juga ketentuan outsourcing seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan sama saja dengan perbudakan modern. Memang diatur mengenai pembatasan mana saja yang boleh di outsourcing, tetapi akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah.
Aulia menambahkan saat ini masalah ketenakerjaan di Jateng adalah buruh dikontrak terus-menerus tanpa periode, pesangon rendah, pemutusan hubungan kerja (PHK) dipermudah, istirahat panjang dua bulan dihapus.
Buruh perempuan yang mengambil cuti haid dan melahirkan tidak ada kepastian mendapatkan upah, buruh yang bekerja hari hari dalam seminggu hak cuti dua harinya dihapus.
“Sekarang jam kerja buruh menjadi 12 jam sehari karena boleh lembur empat jam per hari sehingga tingkat kelelahan dan kematian buruh akan meningkat,” ujarnya.
Aksi yang berlangsung hingga sore hari berlangsung tertib. Setelah membacakan tuntutan, serta melakukan orasi para buruh membubarkan diri. (-)