Pengamatkan Transportasi Nilai Pemerintah Tak Serius Tangani Karut Marut Angkutan Logistik

SetyoNt - Senin, 30 Desember 2024 07:55 WIB
Pengamat transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menilai Pemerintah Tak Serius Tangani Karut Marut Angkutan Logistik (Jatengaja.com/Internet)

Semarang, Jatengaja.com – Pemerintah dinilai tak serius dalam menangani karut marut angkutan logistik, sehingga kasus kecelakaan yang melibatkan truk pengangkut barang masih tinggi di Indonesia.

Hal ini disampaikan Pengamat transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, menyusul terjadinyanya kecelakaan bus pariwisata Tirto Agung bernomor polisi S 7607 UW yang mengangkut rombongan pelajar SMP IT Darul Qur’an Mulia Putri Bogor, Jawa Barat, menabrak truk pengangkut pakan ternak pada 23 Desember 2024.

Kecelakaan maut yang terjadi di Kilometer 77 jalan Tol Pandaan-Malang di Malang, Jawa Timur tersebut menyebabkan empat orang meninggal dunia.

“Pemerintah tak serius menangani karut marut angkutan logistik dengan seringnya terjadi kasus kecelakaan angkutan logistik di Indonesia, yang bisa mencapai tujuh kali kejadian dalam sehari,” katanya.

Menurut Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pusat ini, armada truk pengangkut logistik menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat.

“Pengawasan terhadap operasional angkutan barang belum maksimal. Memang ini punya konsekuensi terhadap tarif angkutan barang, tapi tak masalah, yang paling penting adalah keselamatan bertransportasi bagi semua warga terjamin,” ujarnya.

Lebih lanjut Djoko Setijorwano menyatakan, rangkaian kecelakaan yang melibatkan truk akibat rendahnya kompetensi para pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat terus terjadi.

Seolah tidak belajar dari berbagai insiden sebelumnya, kejadian-kejadian ini mencerminkan lemahnya tata kelola serta kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah.

Truk besar berperan penting dalam logistik guna mengangkut barang lebih eifisien. Namun, ukuran yang besar kerap menjadi bumerang dalam operasionalnya jika tidak dikendalikan oleh pengemudi yang handal dan perawatan kendaraan yang rutin.

Untuk menyelenggarakan perawatan rutin pasti memerlukan biaya yang tinggi. Juga mendapat pengemudi yang handal perlu upah yang standar demi kesejahteraannya. Biaya perawatan minim dampak dari liberalisasi angkutan barang.

Pasal 184 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menentukan tarif angkutan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.

“Liberalisasi angkutan barang yang semua diserahkan ke mekanisme pasar perlu di tinjau ulang,” tandasnya.

Di negara maju mekanisme pasar berjalan, namun masih ada norma-norma batasan, seperti aturan teknis keselamatan kendaraan, regulasi pengemudi dan lain-lain yang dijalankan secara ketat.

Bisnis angkutan logistik harus ditata agar lebih profesional. Wajib memiliki sistem manajemen keselamatan, hubungan industrial yang benar, sehingga proses rekruitmen pengemudi juga melalui cara-cara yang benar dan memperhatikan kompetensi, serta ada batasan jam kerja serta pendapatan minimal.

Saatnya pemerintah tidak bertindak secara reaktif saja, ketika ada masalah teriak-teriak, tetapi setelah lewat masalahnya lupa, dan nanti teriak lagi saat muncul masalah lagi.

“Pemerintah saatnya bertindak secara cerdas dan terencana. Tidak bisa dikatakan itu nasib dan tidak bisa pula kesalahannya dibebankan pada masyarakat. Pemerintah harus bertanggungjawab,” kata Djoko Setijowarno .(-)

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS