Mayoritas Keluarga di Jepang, Suami Cari Uang dan Istri Jadi Pengelola Keuangan
Jatengaja.com - Fenomena pengelolaan keuangan rumah tangga di Jepang menarik perhatian dunia. Mayoritas keluarga, suami fokus bekerja mencari uang, sedangkan istri memegang kendali penuh atas keuangan rumah tangga, termasuk tabungan, investasi, hingga aktivitas trading.
Pengelolaan keuangan rumah tangga di Jepang bisa ditelusuri dari kebiasaan lama, di mana seluruh gaji suami diserahkan kepada istri, lalu suami hanya menerima okozukai atau uang saku bulanan.
Berdasarkan hasil survei Salaryman Pocket Money yang dilakukan Shinsei Bank, praktik pengelolaan kerluarga semacam ini masih berjalan dibanyak rumah tangga di Jepang hingga sekarang.
- Wagub Jateng Bersama PWNU Gowes Napak Tilas Kemerdekaan di Kota Semarang
- Gubernur Jateng Resmi Kukuhkan 35 Anggota Paskibraka 2025
- Pengelola Mal di Jawa Tengah Didorong Sediakan Zona Kuliner Halal
- Dari Rumah Kecil Menuju Etalase di Bandara, Ini Kisah Sukses UMKM Binaan BRI
- AFPI Sebut Tak Pernah Ada Kesepakatan Menentukan Manfaat Ekonomi Antar Platform
Di sisi lain, survei Meiji Yasuda yang dirangkum Nippon.com juga menunjukkan bahwa dalam mayoritas keluarga Jepang, istri menjadi “pemimpin rumah tangga” dalam pengelolaan keuangan. Tradisi ini membuat mereka bukan hanya pengatur anggaran, tapi juga pengambil keputusan dalam hal investasi.
Budaya mengelola keuangan rumah tangga di Jepang sudah lama dikenal dengan istilah kakeibo — metode pencatatan keuangan manual yang mengajarkan penghematan dan disiplin finansial sejak awal 1900-an. Metode ini memperkuat peran istri sebagai “CFO” keluarga.
Namun, di era modern, banyak istri Jepang yang mulai melangkah lebih jauh. Alih-alih hanya menabung di rekening bank dengan bunga mendekati nol, mereka mulai mengelola dana rumah tangga untuk investasi saham, reksa dana, hingga trading valuta asing (forex).
Fenomena ini populer di dunia internasional dengan sebutan “Mrs. Watanabe”, istilah untuk investor ritel Jepang (awalnya merujuk pada ibu rumah tangga) yang aktif di pasar keuangan global.
Menurut data Bank of Japan, volume trading valas ritel Jepang pada 2022 menembus lebih dari 10 kuadriliun yen — angka yang mencerminkan tingginya partisipasi investor individu.
Laporan Bank for International Settlements (BIS) mencatat bahwa aktivitas carry trade yang sering dilakukan investor ritel Jepang bisa memicu gejolak pasar global saat tren berbalik.
Dengan kendali penuh atas arus kas keluarga, banyak istri yang memanfaatkan penghasilan suami untuk membangun portofolio investasi, bahkan mengambil posisi trading berisiko demi peluang keuntungan lebih tinggi.
Ada beberapa faktor utama yang membuat peran “istri sebagai investor” kuat di Jepang:
- Budaya & Norma Sosial – Tradisi lama menempatkan istri sebagai pengatur keuangan keluarga.
- Struktur Kerja Suami – Jam kerja panjang dan budaya kerja intensif membuat suami fokus mencari nafkah, bukan mengelola investasi.
- Lingkungan Suku Bunga Rendah – Memicu pergeseran dari tabungan konvensional ke instrumen berimbal hasil lebih tinggi.
- Akses Teknologi Finansial – Platform trading online memudahkan siapa pun untuk bertransaksi dari rumah.
Meski banyak kisah sukses, fenomena ini juga menyimpan risiko. Trading dengan leverage tinggi, terutama di pasar forex, bisa mengakibatkan kerugian besar dalam waktu singkat. BIS mencatat bahwa carry trade dapat berbalik arah secara tiba-tiba, mengguncang pasar dan portofolio investor ritel.
- Jaga Stabilitas Harga, Pemkot Semarang dan BI Jateng Gelar Gerakan Pangan Murah di 1.530 Titik
- UMKM Go Digital, Omset Naik Drastis Berkat Dampingan Rumah BUMN BRI
- Layanan Indibiz Pijar Perkuat Konektivitas di SMA Negeri 1 Tengaran
Karena itu, literasi keuangan, manajemen risiko, dan diversifikasi aset menjadi hal yang wajib dipahami, apalagi jika dana yang digunakan adalah penghasilan utama keluarga.
Fenomena di Jepang ini menunjukkan bahwa peran gender dalam keuangan rumah tangga bisa sangat berbeda di setiap budaya. Di Negeri Sakura, kendali finansial di tangan istri justru membuka peluang bagi mereka untuk berperan aktif di pasar global.
Namun, seperti investasi pada umumnya, potensi keuntungan datang bersama risiko. Jadi, terlepas dari siapa yang memegang kendali keuangan, pengetahuan dan perencanaan tetap menjadi kunci. (-)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Idham Nur Indrajaya pada 16 Aug 2025