Aktivis dan Tokoh Perempuan Islam Apresiasi DPR RI Sahkan UU TPKS

SetyoNt - Rabu, 13 April 2022 12:52 WIB
Aktivis dan Tokoh Perempuan Islam Apresiasi DPR RI Sahkan UU TPKS (Jatengaja.com/Istimewa)

Jakarta, Jatengaja.com - DPR RI yang mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi UU mendapatkan apresiasi dari tokoh perempuan Islam.

Tokoh perempuan Islam yang juga Ketua Umum Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Ai Rahmayanti, pengesahan UU TPKS diharapkan benar-benar menjadi payung hukum bagi perempuan yang selama ini cenderung ditempatkan sebagai objek dalam setiap kali terjadi kekerasan seksual.

"Disahkannya UU TPKS pertanda baik karena negara memang wajib hadir menjamin perlindungan perempuan yang selama ini kerap menerima kekerasan seksual," kata Ai Rahmayanti, Rabu (13/4/2022).

Seperti diketahui, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengketok palu pengesahan UU TPKS dalam sidang paripurna di Genung Dewan Senayan Jakarta, Selasa (12/4)

Lebih lanjut, Ai menjelaskan, ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad, yang tertera langsung dalam Alquran tidaklah kurang untuk bisa jadi landasan maupun pijakan yang relevan dalam hak asasi perempuan yakni untuk mengangkat martabatnya dan menjauhkannya dari praktik perlakuan kekerasan.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Nur Ayat 33, yang artinya:

"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa".

Oleh karena itu, mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) ini menyambut baik disahkannya UU TPKS yang berpihak pada perlindungan perempuan, dalam konteks perorangan maupun keluarga.

"Kekerasan seksual adalah kemunkaran yang harus dihapuskan dan ditindak," tegasnya.

Pengesahan UU TPKS, imbuh Ai bisa menjadi pintu masuk untuk membuktikan bahwa negara hadir untuk melindungi perseorangan dan keluarga yang yang menjadi korban kekerasan seksual.

Korban kekerasan seksual wajib dilindungi dan dipulihkan, demikian pula masyarakat harus dilindungi dari menjadi korban atau pelaku.

Perlindungan individu dan masyarakat merupakan tujuan syariat (maqashidus syariah). Perlindungan ini tidak bisa dilakukan hanya oleh orang per orang, tapi negara.

"Negara sebagai ulil amri wajib hadir untuk memberikan perlindungan secara sistemik mulai dari pencegahan, proses hukum yang menjamin keadilan bagi korban maupun perlaku, hingga pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku," ujarnya.

Dalam rangka mewujudkan maqashidus syariah dan kemaslahatan rakyat sebagaimana disebutkan di atas, UU TPKS yang baru saja disahkan bisa menjadi payung hukum yang memadai, karena payung hukum itu adalah sarana mewujudkan tujuan syariah (maqashidus syaiah) dan kemaslahatan.

Setelah pengesahan ini, DPR masih perlu mengawal dan memastikan UU itu dijalankan dengan baik oleh pemerintah dan lembaga yudikatif.

"Sangat diperlukan pengawasan atas pelaksanaan serta kepastian segera diterbitkan aturan turunan sebagai perangkat operasionalnya, agar UU TPKS benar-benar bisa diterapkan sesuai harapan,” kata Ai.

Ai berharap, dengan kondisi saat ini representasi perempuan di DPR cukup besar, mencapai 120 orang atau 20,8 persen. Serta DPR saat ini juga dipimpin oleh sosok perempuan, Puan Maharani, isu mengenai perlindungan terhadap perempuan tidak hanya berhenti pada pengesahan UU TPKS saja.

“UU TPKS tidak saja menjadi kado menjelang Hari Kartini. Tapi bisa implementatif karena yang diinginkan oleh Kartini adalah substansi dari perjuangannya yaitu emansipasi dan tiadanya perempuan yang diperlakukan diskriminatif," pungkas alumni Pondok Pesantren Almardiyatul Islamiyyah Bandung, Pondok Pesantren Cintawana Tasikmalaya, dan Pondok Pesantren As-Saefiyyah Garut ini. (-)

Editor: SetyoNt

RELATED NEWS